Selasa, 28 Februari 2017

ADA BAPAK BERTANYA PADA ANAKNYA


Ada anak bertanya pada bapaknya
Buat apa berlapar-lapar puasa..

Begitu sepenggal lirik lagu dari grup musik legendaris Bimbo. Sebuah gambaran yang wajar, seorang anak bertanya pada bapak maupun ibunya tentang macam-macam hal, termasuk soal agama, karena usia anak-anak memang usia dengan rasa ingin tahu yang besar. Sehingga sebagai orang tua, kita butuh terus mencari ilmu agar bisa menjawab pertanyaan mereka dengan baik dan benar. Namun bagi saya yang tidak kalah menarik dan penting ialah jika bapak (dan tentu ibu) bertanya pada anaknya. Mengapa?

Pernahkah Anda menjumpai atau mengalami sendiri kejadian ada seorang anak yang menangis, kemudian yang dilakukan oleh orang dewasa di sekitarnya (bapak, ibu, atau mungkin kakek neneknya) ialah mengalihkan perhatian si anak pada hal lain dengan tujuan agar si anak berhenti menangis. Misalnya ada seorang anak menangis, lalu bapak ibu atau kakek neneknya menggendongnya dan berkata “Eh ada kucing lucu tu...pus pus sini pus..”

Kalo tidak mempan, alias si anak masih terus menangis bahkan semakin keras, maka mereka mengeluarkan jurus berikutnya, yakni “Eh nanti bapak/ibu beliin es krim ya...kesukaan adek...yang rasa coklat kan...atau nanti kita beli mainan yang baru yuk...”

Atau, bila orang tuanya sedang repot apalagi anak yang harus diurusi saat itu lebih dari satu, maka si anak dibiarkan saja menangis, dengan anggapan “Nanti kalau capek juga berhenti sendiri”.

Biasanya si anak akan berhenti menangis dan lega lah bapak ibu atau kakek neneknya, karena mereka merasa masalah sudah selesai dan tidak perlu dibahas lagi. Namun, sadarkah kita, bahwa sejatinya masalah BELUM selesai, dan hal itu bisa menimbulkan MASALAH yang LEBIH BESAR di kemudian hari?

Saya jadi ingat, suatu sore ketika masih kecil, saya menagis di kamar dan ibu saya membiarkan saya. Ibu sibuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga dan mengurus adik saya yang masih bayi. Sementara Ayah bekerja di kantor dan baru pulang menjelang maghrib. Setelah itu benar saya berhenti menangis, karena capek dan haus. Dan tak ada satupun yang bertanya pada saya mengapa saya menangis. Dan tidak hanya sekali itu saja saya dibiarkan ketika sedang menangis atau sedang ngambek.

Dan saya baru benar-benar menyadari dampaknya ketika sudah dewasa dan berumah tangga. Ada kalanya saya sebel atau marah sama suami, tapi belive it or not saya tak mampu menguraikan apalagi menyampaikan padanya penyebabnya. Mungkin bagi orang lain hal itu mudah saja, kan tinggal bilang “Saya sedih, karena...” atau “Saya marah, karena...”. Namun ternyata bagi saya itu cukup sulit. Pokoknya sebel aja! Hehehe...

Sejak saat itu saya mulai merasa ada yang tak beres pada diri ini. Hingga suatu hari saya menemukan bahwa ternyata anak memang HARUS DIAJARI mengenali emosi. Ini penting! Sama pentingnya dengan mengajari mereka bicara, berjalan, makan, dll. Dan bagaimana cara mengenalkan emosi pada anak? Salah satunya ialah dengan BERTANYA pada mereka.

Maka jika nanti mereka menangis, jika masih bisa diajak bicara, sebaiknya kita bertanya pada mereka mengapa mereka menangis. Mungkin mereka sendiri masih bingung untuk menjawabnya, maka bantulah mereka dengan bertanya lagi. Misalnya ketika mereka mengangis kita bertanya
“Kenapa adek menangis? Apakah adek sedih?”
“Kenapa adek sedih? Apakah adek sedih karena habis rebutan mainan sama kakak?
Dan seterusnya

Jika menangisnya sampai meraung-raung dan tidak memungkinkan untuk diajak bicara, maka biarkan dulu anak menangis hingga berhenti. Setelah itu peluk atau pangku anak, bila perlu beri ia minum, baru bertanya mengapa ia menangis.

Ini tidak hanya berlaku ketika anak menangis atau sedang sedih, namun juga untuk segala kondisi emosi, termasuk ketika anak sedang gembira, marah, takut, dll. Penting juga untuk mengenalkan macam-macam emosi pada mereka. Bisa melalui buku cerita atau dongeng atau film yang ditonton, atau apapun yang anak lihat. Misalnya ketika sedang membacakan buku cerita pada anak, lalu ada tokoh di cerita tersebut yang sedih, kita sebutkan bahwa si tokoh menangis karena ia sedih. Atau ketika anak sedang tertawa dan tampak gembira, tanyakan saja padanya “Adek sedang gembira ya? Kok senyum-senyum terus? Kenapa?” Atau ketika sedang nonton film yang ada raksasanya, lalu ia menutup muka ketakutan, tanyakan padanya “Adek takut ya? Kenapa?” Hingga anak pun tahu bahwa ada yang namanya sedih, gembira, marah, takut, jijik, dll. Dan anak juga bisa tahu emosi yang mana yang sedang dialami atau sedang dirasakannya.

Step selanjutnya setelah anak tahu apa yang sedang terjadi pada dirinya ialah mengajari mereka bagaimana cara menyalurkan emosi tersebut dengan cara yang tepat, cara yang tidak menyakiti diri sendiri dan sekitarnya. Misalnya ketika anak sedang marah, ajak ia untuk duduk lalu menarik dan mengeluarkan nafas. Atau jika anak sudah bisa menulis, ajarkan ia untuk menulis bahwa ia sedang marah karena.... Atau jika anak marah karena tidak suka dengan perlakuan temannya di sekolah, ajari ia untuk mengungkapkan dengan baik-baik pada temannya itu bahwa ia tidak suka diperlakukan seperti itu. Atau, kalau anak sedang sedih, biarkan ia menangis, baik anak perempuan maupun laki-laki, karena menangis adalah hal yang wajar sebagai respon atas kesedihan. Kita yang dewasa pun biasanya merasa lebih lega setelah menagis bukan? Setelah itu ajarkan ia untuk bangkit dari kesedihannya.

Sebetulnya BERTANYA pada anak tak hanya berguna untuk membantunya mengenali apa yang sedang terjadi pada dirinya. BERTANYA pada anak juga sangat berguna untuk membangun komunikasi yang baik dengan anak sejak ia kecil hingga ia dewasa kelak. Sehingga orang tua tak lagi berkata “Saya nggak ngerti deh, anak saya ini maunya apa sih?”

Sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim ketika mendapat perintah dari Allah untuk menyembelih Nabi Ismail. Yang pertama kali beliau lakukan pun  adalah BERTANYA pada Ismail “Bagaimana menurut pendapatmu, wahai anakku?”

Semoga bermanfaat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar