Jumat, 28 Februari 2020

SEBAB SEJATINYA, TAK ADA ANAK BODOH MAUPUN NAKAL


Taare Zameen Par. Salah satu film india favorit saya. Pertama kali menontonnya, film yang merupakan debut aktor Aamir Khan sebagai sutradara sekaligus produser ini berhasil meninggalkan kesan yang begitu mendalam di hati saya. Pun ketika saya menontonnya lagi untuk yang kedua dan ketiga kali. Kesan yang mendalam itu masih sama terasa.

Bagi anda yang belum pernah menontonnya, izinkan saya membagi cerita film yang diproduksi tahun 2007 ini.

Ishan Awasthi (tokoh utama dalam film ini) adalah seorang anak laki-laki kelas 3 SD. Berbeda jauh dengan kakaknya, Yohan Awasthi, yang selalu menjadi juara kelas dan mendapat nilai-nilai sempurna hampir di semua mata pelajaran, nilai-nilai Ishan justru selalu buruk dan paling rendah di kelasnya.

Ishan memiliki kesulitan memahami instruksi yang diberikan secara beruntun. Ketika gurunya menyuruhnya membaca paragraf sekian di halaman sekian, Ishan kesulitan menemukannya. Setelah dibantu teman sebangkunya menemukan paragraf yang dimaksud, Ishan juga masih kesulitan membacanya. Baginya, huruf-huruf yang dilihatnya di buku itu seperti sedang menari-nari. Sehingga alih-alih mengejanya dengan benar, Ishan justru mengeluarkan bunyi-bunyi aneh dari mulutnya. Ini membuat semua teman di kelasnya tertawa hingga gurunya marah besar dan langsung menyuruhnya berdiri di luar kelas.

Tak hanya sekali itu saja Ishan membuat guru-gurunya kehabisan kesabaran. Suatu hari saat ulangan matematika, sepanjang jam pelajaran, ishan justru berimajinasi dengan angka-angka di soal ulangan, seolah-olah angka-angka itu adalah planet-planet di luar angkasa. Hingga tak terasa waktu habis dan lembar jawaban harus dikumpulkan, sementara ia baru menjawab satu soal saja. Itupun dengan jawaban yang salah.

Tak hanya di sekolah, di rumah pun ishan tak pernah berhenti menguji kesabaran ayah ibunya. Ishan dan keluarganya tinggal di rumah susun. Suatu ketika Ishan sedang duduk bersama anjing-anjing di halaman rumah susun. Lalu sebuah bola jatuh di dekatnya. Anak-anak yang sedang main bola itu meminta Ishan melemparnya kepada mereka. Ishan yakin lemparannya akan tepat sasaran, namun ternyata bola yang dilemparnya malah melenceng jauh. Anak-anak itu marah dan salah satu dari mereka mengatai Ishan “idiot”. Ishan memandang tajam ke arahnya. Anak itu lalu mendorong Ishan. Ishan balas mendorongnya. Mereka berdua pun berkelahi dan anak tadi membenturkan kepala Ishan ke tanah hingga berdarah. Ishan lalu menggigit lengan anak itu dan berlari pergi sambil menangis.

Rupanya anak tadi datang ke rumah Ishan bersama ibunya. Si ibu mengadu bahwa Ishan telah menyakiti dan merobek-robek baju putranya. Ia meminta pertanggungjawaban orang tua Ishan. Ayah dan ibu Ishan sangat malu. Ishan sendiri tak sanggup berkata-kata untuk membela dirinya, hingga sebuah tamparan dari ayahnya membuatnya jatuh. Ayahnya amat sangat marah lalu mengatainya nakal dan tidak tahu malu sebab setiap hari Ishan selalu saja membuat masalah.

Puncak kemarahan ayahnya terjadi ketika ia tak sengaja menemukan secarik kertas. Isinya permohonan izin bahwa Ishan tidak dapat mengikuti pelajaran matematika beberapa hari yang lalu karena demam. Ayahnya segera bertanya pada ibunya apakah betul Ishan kemarin demam. Sambil keheranan ibunya pun menjawab tidak. Dan tulisan di surat itu bukan tulisan ibunya. Maka ayahnya memanggil Ishan dan menanyainya. Dengan takut, Ishan mengaku bahwa saat itu ia keluar dari sekolah dan berjalan-jalan sendirian. Lalu ia meminta tolong kakaknya untuk membuatkan surat keterangan palsu untuk disampaikan pada gurunya bahwa ia tidak dapat mengikuti pelajaran karena demam. Padahal sesungguhnya, saat itu Ishan keluar sendiri dari sekolah dan berjalan-jalan sebab ia takut dimarahi dan dihukum lagi oleh gurunya karena belum mengerjakan tugas matematika. Sang ayah pun marah besar dan lagi-lagi mengatainya idiot.

Keesokan harinya ayah dan ibunya menghadap kepala sekolah untuk meminta maaf. Saat itu guru-gurunya sekaligus memberitahukan semua perilaku Ishan ketika di kelas beserta semua nilai-nilai buruknya. Dan di saat itu pula baru ketahuan bahwa Ishan tidak memberikan lembar hasil ulangan yang harus ditandatangani orang tua dan surat dari guru khusus untuk ibunya. Kepala sekolah akhirnya mengatakan bahwa dengan kondisi seperti itu sulit bagi Ishan untuk bisa naik kelas. Padahal saat itu sudah kedua kalinya ia tinggal di kelas 3. Menurutnya, Ishan mempunyai kelainan dan bisa disekolahkan ke sekolah yang mampu mendidik anak dengan kondisi seperti itu.

Ayah Ishan semakin kecewa. Maka keputusan sudah bulat. Ia akan memasukkan Ishan ke sekolah berasrama. Meski ibunya meminta agar Ishan dimasukkan ke sana tahun ajaran berikutnya saja sebab Ishan belum pernah jauh darinya, meski Ishan sudah meminta maaf berkali-kali, dan meski ia juga sudah memohon-mohon sampai menangis agar tidak dikirim ke sana, ayahnya tetap bergeming.

Akhirnya sampailah Ishan di sekolah asrama khusus laki-laki yang letaknya sangat jauh dari rumahnya. Guru yang menerima Ishan berkata pada ayahnya “Jangan khawatir pak. Kami sudah pernah berhasil menjinakkan yang paling nakal sekalipun”. Ishan sungguh sangat sedih harus berpisah dari keluarganya. Tatapannya kosong memandang mobil keluarganya pergi. Ia tak berselera makan dan tidak bisa tidur. Ketika teman-teman sekamarnya sudah terlelap, ia justru menangis seorang diri di kamar mandi.

Hari demi hari dimulai di sekolah baru. Namun kondisinya tetap tak berubah. Ishan tak mampu memahami semua pelajaran di situ. Ia berkali-kali melakukan kesalahan dan berkali-kali ia pula kena marah guru-gurunya. Mereka mengatai Ishan idiot, bodoh, pemalas, gila dll. Bahkan Ishan pernah dipukul kedua tangannya dengan penggaris karena tak mampu menemukan titik di papan tulis ketika pelajaran seni. Ishan menahan sakit dan tangsinya. Ishan benar-benar putus asa dan tak punya semangat lagi.

Hingga akhirnya Ishan bertemu dengan guru seni yang baru, Rham Shankar Nikumbh yang diperankan Aamir Khan. Sejak awal Rham merasa ada yang tidak beres dengan Ishan. Ketika Rham memulai pelajaran dengan bermain suling, menyanyi dan menari (khas film india) hingga semua murid di kelas ikut menyanyi dan menari dengan riang gembira, Ishan justru hanya diam saja. Ia bahkan tak menggambar apapun ketika Rham meminta murid-murid menggambar sesuatu sesuai imajinasi mereka masing-masing. Rham juga merasa bahwa Ishan selalu tampak ketakutan.

Ketika Rham menanyakan tentang Ishan kepada teman sebangkunya, kemudian mengecek semua tulisan Ishan di buku-bukunya, barulah Rham sadar bahwa Ishan menderita disleksia.

Rham kemudian datang ke rumah Ishan untuk bertemu dengan orang tuanya. Rham sangat terkejut mengetahui bahwa ternyata Ishan sangat suka melukis. Bahkan mata Rham sampai berkaca-kaca ketika melihat hasil lukisan Ishan di dinding kamarnya. Ishan bahkan bisa membuat prakarya yang rumit, lukisan bersambung dan flipbook (sebuah buku dengan gambar bergerak).

Dengan emosi yang tertahan, Rham lalu bertanya pada orang tua Ishan mengapa mereka memasukkan Ishan ke sana. Ayahnya menjawab bahwa mereka tak punya pilihan lain. Ishan lemah di semua mata pelajaran dan itu karena ia nakal, malas, pembangkang, dll.

Yang Anda sebutkan tadi adalah gejalanya, bukan penyebabnya. Mengapa Ishan lemah di semua mata pelajaran?” tanya Rham.

Ayah dan ibunya terdiam kebingungan, “Kenapa tidak Anda saja yang memberitahukan pada kami” ucap ayahnya.

Barulah Rham menjelaskan pada mereka bahwa Ishan mempunyai gangguan disleksia. Karena disleksianya itu, Ishan tak mampu membedakan huruf-huruf yang bentuknya mirip, sehingga ia tak mampu membentuk imaji atau simbol di benaknya tentang kata yang dimaksud. Padahal itu adalah syarat utama untuk bisa membaca dan menulis. Karena disleksia pula lah, Ishan tak mampu memahami instruksi yang diberikan secara beruntun. Ia juga tidak punya reflek yang baik sebab tidak mampu memperkirakan ukuran, jarak, dan kecepatan dengan cepat.

Coba Anda bayangkan, anak umur 8 tahu belum bisa baca tulis, belum bisa melakukan hal-hal yang mudah dilakukan oleh anak-anak lain seusianya, maka kepercayaan dirinya hancur. Ia pun menyembunyikan kekurangannya itu dengan menunjukkan kenakalan sebagai bentuk pemberontakan, karena dunia di sekitarnya telah mengalahkannya (dengan mengatainya idiot, nakal, selalu membuat masalah, dll)” ujar Rham.

Orang tuanya kembali terdiam, semua perasaan bercampur aduk. Namun kemudian ayahnya berkata “Lalu apa kelebihan Ishan?”

Kelebihan? Pak, coba Anda lihat semua hasil lukisan Ishan. Ini adalah hasil imajinasi dengan tingkat kecerdasan yang sangat tinggi. Saya dan Anda saja belum tentu bisa membuat seperti ini.”

Lalu bagaimana nanti ia akan bersaing di masa depan? Apa aku harus memberinya makan terus seumur hidupnya?!!”

Rham merasa kecewa denga tanggapan ayah Ishan. Akhirnya Rham memutuskan untuk turun tangan mengajari Ishan sendiri.

Hal pertama yang dilakukan Rham ialah mengambalikan kepercayaan diri Ishan yang nyaris mati. Ketika pelajaran seni, Rham menunjukkan pada Ishan flipbook buatan Ishan. Ishan terkejut. Rham lalu bercerita pada seisi kelas tentang orang-orang hebat yang hasil karyanya mengguncang dunia dan sangat bermanfaat bagi umat manusia, namun ketika kecil mereka sulit membaca dan menulis. Rham menyebut nama-nama besar seperti Albert Eintein, Leonardo Da Vinci, Agatha Christi, Walt Disney, Thomas Alfa Edison, hingga bintang bollywood yang digemari murid-murid.

Rham lalu meminta semua murid untuk menuju kolam di luar dan membuat sesuatu dari benda-benda yang ada di sana. Saat semua murid sudah keluar, Rham berkata pada Ishan bahwa ada satu nama lagi yang belum disebutnya. Ada satu orang lagi yang saat kecil juga sulit membaca dan menulis, meski sekarang karyanya tak sebesar nama-nama yang telah disebut tadi. Nama itu ialah Rham Shankar Nikumbh. Ishan sungguh terkejut mendengarnya. Mulailah kepercayaan dirinya tumbuh.

Ketika di kolam, ia mengeluarkan barang-barang kecil yang dulu pernah dikumpulkannya dan dengan ranting-ranting di dekat kolam ia membuat pesawat kecil yang bisa meluncur di kolam. Semua anak terkagum-kagum melihat pesawat buatan Ishan, begitu pula Rham. Namun Ishan masih sangat malu dan merasa rendah diri.

Hal berikutnya yang dilakukan Rham ialah mengajari Ishan membuat huruf melalui media-media yang disukai Ishan. Ishan belajar membuat huruf di atas pasir, belajar melukis huruf di kertas, dan belajar membuat huruf dari plastisin. Rham bahkan meminta Ishan menutup matanya, lalu ia membuat huruf di pergelangan tangan Ishan, dan meminta Ishan menebak huruf apa itu. Ishan juga belajar membuat angka yang simetris pada papan tulis yang diberi kotak-kotak kecil. Ishan juga belajar penjumlahan dan pengurangan dengan naik turun tangga. Anak-anak tangga sudah diberi angka oleh Rham, lalu ia menyebutkan soal, kemudian Ishan turun dan naik tangga sesuai soalnya, hingga ia bisa menjawab dengan benar hasilnya. Semua dilakukan Ishan dengan senang. Dan hasilnya mulai tampak. Ishan sudah bisa menulis, membaca, dan berhitung dengan benar.

Suatu hari Rham mendapat ide. Ia meminta ijin pada kepala sekolah untuk mengadakan lomba melukis yang diikuti oleh semua siswa, guru, termasuk kepala sekolah sendiri. Pemenangnya akan mendapatkan hadiah dan lukisannya akan dijadikan sampul depan buku tahunan berikutnya. Kepala sekolah setuju.

Maka di hari yang ditentukan, semua murid (termasuk ishan), semua guru (termasuk Rham), dan kepala sekolah berkumpul di lapangan teater untuk ikut lomba melukis. Rupanya dewan juri mengalami kesulitan menentukan pemenang sebab ada dua lukisan yang sama-sama bagusnya, yakni lukisan milik Ishan dan lukisan milik Rham (Rham sendiri melukis wajah Ishan). Namun karena pemenangnya hanya satu orang, maka juri sepakat bahwa lukisan Ishan lah yang menang. Semua yang ada di lapangan teater langsung berdiri, bersorak gembira dan bertepuk tangan untuk Ishan. Ishan sendiri sangat terkejut. Rham lalu memintanya maju untuk mendapat hadiah. Dengan malu-malu dan takut-takut Ishan maju dan menerima hadiah. Begitu menerimanya, Ishan langsung berlari dan memeluk Rham erat-erat sampai menangis. Dan seluruh orang pun ikut terharu (termasuk saya hiks...hiks...). Saat itulah kepercayaan diri Ishan yang sebelumnya padam bahkan hampir mati telah menyala dan bersinar kembali.

Pada saat pembagian rapot, orang tua Ishan sangat terkejut karena kepala sekolah memberi mereka buku tahunan dengan sampul lukisan wajah Ishan yang dibuat oleh Rham dan lukisan buatan Ishan sendiri. Mereka semakin terkejut saat menerima hasil pembelajaran Ishan dari guru-gurunya. Perkembangan Ishan cepat sekali dan nilai-nilainya pun bagus-bagus. Ayah dan ibu Ishan sampai terharu dan tidak tahu harus berkata apa untuk berterima kasih pada Rham.

Dua jempol untuk film ini. Tak heran bila film ini berhasil memborong banyak sekali penghargaan, sebab pesan yang disampaikannya sangatlah dalam.

Memang tokoh utama dalam film ini menyandang disleksia dan itu membuat orang-orang dewasa di sekitarnya mencapnya dengan label-label negatif. Namun bukankah kenyataanya di keseharian, kita kerap menjumpai orang dewasa yang mudah mengata-ngatai anak dengan label bodoh, nakal, pemalas, cengeng, pembangkang, bahkan tolol, idiot, goblok, dsb meski si anak tidak disleksia? Atau mungkin kita sendiri juga melakukannya pada anak-anak dan murid-murid kita?

Taukah kita apa yang akan terjadi pada anak jika kita sering memberinya label-label negatif? Ia akan menjadi seperti pohon dalam kisah pulau Solomon yang juga diceritakan Rham pada ayahnya Ishan. Ketika penduduk pulau itu ingin membangun tempat tinggal di hutan, mereka tidak menebangi pohonnya. Mereka hanya berkumpul di sekitar pohon lalu berteriak, mengutuk, dan mengumpati pohon tersebut. Maka dalam hitungan hari pohon itu layu dan mati dengan sendirinya.

Astaghfirullahaladzim....

Ketahuilah ayah bunda dan juga para guru bahwa semua anak terlahir istimewa. Mereka adalah sebaik-baik makhluk yang diciptakan oleh Sang Maha Pencipta. Dia pula lah yang telah menginstal fitrah-fitrah kebaikan dan potensi unggul dalam diri setiap anak agar kelak bisa menjadi pemimpin di bumi ini. Sehingga sejatinya tidak ada satupun anak yang bodoh maupun nakal.

Kalaupun ayah bunda dan para guru menemukan bahwa si anak lamban dalam memahami sesuatu, maka carilah penyebabnya! Lalu ajari ia sesuai dengan cara yang tepat baginya untuk mudah belajar. Sebab setiap anak juga unik. Mereka punya caranya sendiri-sendiri dalam memahami sesuatu.

Dan kalaupun ayah bunda dan para guru menemukan ada anak yang sulit untuk mematuhi sesuatu, tidak bisa diam, dan kerap kali membuat kesalahan maka lagi-lagi carilah penyebabnya! Dekati ia, lalu bertanyalah baik-baik padanya mengapa ia melakukan itu. Kalau memang yang dilakukannya adalah suatu kesalahan, ajarkan ia untuk mengucap maaf, lalu jelaskan padanya seperti apa perbuatan yang benar. Bila anak itu memang punya energi berlebih, berilah ia sarana untuk menyalurkan kelebihan energi itu secara positif.

Memang itu semua tidak mudah dan seringkali menjadi ujian kesabaran bagi kita. Tak jarang pula menguras energi dan emosi. Namun itu karena hadiah yang Alloh siapkan bagi kita adalah sebaik-baik hadiah, yakni surga. Bila mendidik dan mengasuh anak-anak itu mudah, semudah membalik telapak tangan, maka mungkin hadiahnya cukup payung atau piring cantik saja. Sehingga jangan pernah berhenti memohon agar Alloh selalu menolong, menuntun, dan menguatkan jiwa raga kita dalam mendidik dan mengasuh anak-anak. Hingga kelak suatu hari nanti mereka akan menjadi Taare Zameen Par alias bintang-bintang terang di langit.

Semoga bermanfaat.