Kamis, 30 April 2020

TOKO MAMA


Suatu hari sepulang dari main di rumah teman depan rumah, anak saya bercerita.

Bun bun, mamanya A (teman depan rumah itu) bikin toko lho, bun”.

Toko??? Toko apa???” Saya agak bingung, sebab setahu saya tetangga depan rumah kami itu tidak buka toko.

Toko Mama.

Toko Mama??? Jualan apa???

Jualan jajan! Ada coklat, permen, ciki-ciki, banyaaak.... Terus mamanya A juga bikin uang-uangan warna pink. Nah, tadi aku sama A bantu bersih-bersih, terus kami dikasih uang pink itu sama mamanya. Terus boleh beli jajan di tokonya itu pakai uang pink itu...

Ooooh, setelah saya cari tahu sendiri, rupanya tetangga depan rumah saya itu (mamanya si A) memang berinisiatif bikin “toko”. Namanya Toko Mama. Toko yang sengaja dibuatnya untuk mengajari anaknya tentang uang. Ada daftar pekerjaan bersih-bersih rumah dan berapa lembar uang yang bisa didapat dari setiap pekerjaan bersih-bersih itu (upah). Uangnya ia buat sendiri dari lembaran kertas warna pink yang ditulisi angka 500, 1000, dan 2000. Ada pula macam-macam jajanan beserta daftar harganya. Brilian!!!

Mengapa brilian?

Sebab, pelajaran tentang uang memang perlu untuk diberikan pada anak-anak kita sejak dini. Ini penting.

Saya pribadi agak sedih sebetulnya melihat beberapa teman anak saya yang masih TK bahkan PAUD diberi uang oleh orang tuanya. Biasanya lembaran 2000 atau 5000. Tapi mereka tidak diberi penjelasan dulu tentang uang itu. Para orang tua sekedar memberi uang agar anaknya bisa beli jajan atau mainan SENDIRI!

Mungkin si anak sudah bisa membaca angka sehingga ia tahu itu uang berapa. Tapi ada juga yang bahkan belum bisa membaca angka 2 dengan 3 angka nol di belakangnya. Yang penting diberi uang selembar untuk beli jajan atau mainan, si anak tinggal pilih mana yang dia suka, lalu berikan selembar uang itu pada penjualnya. Pasrah saja pada si penjual, kalau uangnya lebih maka si penjual akan memberikan kembalian pada si anak, kalau pas maka si anak boleh langsung pergi, dan kalau kurang maka si penjual akan berkata pada si anak “uangnya kurang, bilang ke ibumu ya...”

Dengan kata lain, si anak yang diberi uang oleh orang tuanya itu belum mengerti apa arti uang 2000, 5000, dst. Misal ia beli jajan seharga 1000 dengan selembar uang 2000 apakah uangnya cukup atau kurang. Syukur-syukur kalau si penjual jujur dan baik hati, tak masalah. Lha bagaimana kalau penjualnya curang dan memanfaatkan ketidaktahuan si anak? Harga jajan 1000, uangnya 2000, setelah beli si anak langsung disuruh pulang tanpa diberi uang kembalian. Mungkin orang tua bisa berkata “Halaaah...cuma kembalian 1000 rupiah aja kok, ikhlasin aja”. Ya boleh-boleh saja. Tapi ini bukan tentang ikhlasin aja. Ini tentang mendidik (which is jauh lebih penting), yakni mengajarkan tentang uang itu sendiri pada anak, sehingga anak paham betul tentang lembaran uang atau koin recehan yang digenggamnya sebelum membelanjakannya.

Nah, tentang mendidik ini, setidaknya ada dua hal yang perlu kita ajarkan pada anak tentang uang, yaitu nilai yang tertera di uang tersebut dan nilai-nilai yang ada di baliknya.

Pertama, tentang nilai yang tertera pada uang.

Sebelum kita memberikan uang pada anak kita untuk membeli sesuatu sendiri, maka ajarkan dulu ia tentang angka. Ia harus sudah tahu dulu angka 1, 2, 3 dan seterusnya, termasuk ratusan, ribuan, dan seterusnya pula. Ajarkan padanya, misalnya ia punya uang 2000 lalu ia ingin memberli permen seharga 500, maka berapa permen yang bisa ia dapat. Yap, persis seperti pelajaran matematika.

Waduh, repot dong kalau harus mengajari mereka tentang itu dulu.” Betul bapak ibu, jadi orang tua itu memang repot, tapi sejatinya kita sendiri juga lah yang akan menikmati hasil dari kerepotan mendidik itu kelak (selain anak kita tentunya). Lha kalau mereka sudah keburu minta uang untuk beli jajan sendiri seperti teman-temannya bagaimana?” Ya kita saja yang belikan. Mudah kan? Ini supaya anak paham betul akan benda yang ada di tangannya itu (uang).

Sebagai contoh, ini pengalaman pribadi dan sungguh-sungguh terjadi. Dulu saat hari pertama saya duduk di kelas 1 SD, ibu saya memberikan saya 2 koin uang 100 rupiah untuk bekal. Lalu saat jam istirahat, karena haus, saya segera berlari ke kantin hendak membeli minuman dingin yang dibungkus dalam plastik es. Setibanya di kantin, saya terbengong-bengong di depan wadah minuman dingin itu. Kebingungan. Mengapa? Sebab saya melihat angka yang tertera di minuman berbungkus plastik es itu adalah 75. Sementara angka yang ada di dua uang koin yang saya pegang adalah 100. Gawat, angkanya tidak sama! Berarti saya tidak bisa membelinya. Agak lama saya berpikir tentang itu sambil mengelap air liur. Dan akhirnya saya tidak jadi beli, saya tahan rasa haus saya sampai pulang ke rumah, hanya karena angkanya tidak sama! Padahal sejatinya, saya bahkan bisa dapat 2 bungkus. Konyol sekali ya hehehe...tapi itulah yang terjadi bila kita menggenggam dan menggunakan sesuatu yang tidak kita pahami terlebih dahulu. Jangan sampai kejaian konyol itu terulang pada anak-anak kita.

Kedua, yang tidak kalah pentingnya, ialah nilai-nilai di balik uang itu. 

Nilai-nilai apa maksudnya? Pemahaman tentang bagaimana cara mendapatkan uang, bagaimana cara membelanjakannya, bagaimana cara menabungnya, dan tentang bersedekah.

Ide Toko Mama dari tetangga depan rumah saya itu tepat sekali untuk mengajarkan nilai-nilai itu. Jadi pertama-tama anak harus do something dulu, harus ada usaha dulu bahkan harus kerja keras dulu untuk bisa mendapatkan uang. Seiring berjalannya waktu, kelak anak akan paham bahwa uang itu tidak jatuh begitu saja dari langit. Dengan demikian ia jadi lebih bisa menghargai uang. Dan perlu diingat, kita sebagai orang tua tidak hidup selamanya. Kalau anak kita terbiasa hanya meminta dari kita saja untuk mendapatkan apa yang ia inginkan, bagaimana bila kelak kita pergi lebih dulu dari dunia ini? Pada siapa mereka akan meminta? Sementara kita sendiri tidak tahu berapa lama usia kita.

Terkait usaha yang harus dilakukan dulu oleh anak agar ia bisa mendapat uang, mari kita fokus pada niat dan kerja kerasnya. Nah, selain dalam bentuk bersih-bersih rumah yang sesuai dengan kemampuannya, kita juga bisa memintanya membuat suatu karya, lalu minta ia menjualnya pada kita. Misalnya minta ia membuat gambar yang bagus, lalu minta ia menjualnya pada kita dan kita membelinya. Dengan demikian ia pun bisa mendapat uang dari hasil karyanya sendiri.

Atau bisa juga kita memberinya modal untuk membeli sesuatu untuk ia jual kembali pada orang lain dengan mengambil untung. Misal kita memberinya uang untuk membeli alat tulis lalu minta ia menjual kembali alat-alat tulis itu pada teman-temannya dengan harga yang sudah ditambah dengan keuntungan yang bisa ia dapat.

Atau kalau anak kita punya banyak buku di rumah bisa juga ajarkan mereka membuka persewaan buku. Jadi teman-temannya boleh menyewa buku dalam kurun waktu tertentu dan membayar uang sewanya.

Nah, selain mengajari mereka bagaimana cara mendapatkan uang, ajarkan pula pada mereka untuk membelanjakan uangnya. Dari Toko Mama itu anak belajar untuk memilih dan mengambil keputusan sendiri apa yang ia mau beli. Memilih dan mengambil keputusan ini juga penting. Karena percaya atau tidak, ada lho yang hingga dewasa selalu bingung memilih kalau mau beli sesuatu. Salah satu penyebabnya ya karena tidak terbiasa memiilih dan memutuskan sendiri sesuai kebutuhannya. Kalau sudah memilih lalu yang dibeli tidak sesuai harapan? Misalnya beli permen tapi ternyata rasanya tidak enak? Nah ini pelajaran juga bagi anak-anak, pelajaran tentang konsekuensi dari pilihan/keputusan. Kalau barang yang dibeli sesuai harapan maka bersyukurlah, tapi kalau tidak alias mengecewakan maka bersabarlah, setidaknya kita jadi tahu tentang barang yang sudah dibeli itu.

Lha kalau ternyata uang yang didapat belum cukup untuk membeli barang yang diinginkan, maka inilah saatnya mengajari anak-anak kita tentang menabung hingga uangnya terkumpul. Anda bisa memanfaatkan barang bekas untuk dijadikan celengannya sekaligus menghiasnya bersama agar menarik. Kalau perlu tulis di celengan itu barang apa yang ingin dibelinya sehingga anak-anak lebih bersemangat menabung.

Yang tidak kalah pentingnya juga adalah mengajari mereka menabung untuk akhirat alias bersedekah. Ajarkan pada mereka untuk menyisihkan uang yang mereka dapat untuk membantu orang lain yang membutuhkan. Tak masalah berapapun jumlahnya, semampu mereka. Itu akan membuat hati bahagia.

Lalu, umur berapa semua nilai-nilai itu bisa mulai diajarkan dan diterapkan pada anak-anak? Tergantung dari kesiapan masing-masing anak untuk bisa diajak berkomunikasi dan dipahamkan tentang itu. Jelaskan dengan cara sederhana dan menyenangkan, seperti membuat Toko Mama itu. Dan berikan teladan dimulai dari kita dulu sebagai orang tua.

Jangan lupa untuk memberi apresiasi atas setiap usaha anak-anak kita dalam mendapatkan uang dengan keringatnya sendiri, membelanjakannya, menabungnya dengan sabar, dan menyedekahkannya.

Nah mumpung kita semua sedang banyak di rumah saja akibat pandemi corona, kita bisa mulai mengenalkan pada anak-anak tentang nilai yang tertera pada uang dan nilai-nilai yang ada di baliknya. Bisa dengan cara Toko Mama atau dengan cara-cara kreatif lainnya. Selamat mencoba!

-Self Reminder-
#cerita ramadhan dari rumah saja

Sabtu, 25 April 2020

NGAJI (tak hanya untuk) JOMBLO


Sejak sehari sebelum ramadhan, saya punya satu kebiasaan baru. Berawal dari tidak sengaja alias iseng-iseng saja. Apa itu? Mendengarkan siaran langsung kajian ustadz Felix Siauw dari akun instagramnya.

Kenapa tidak sengaja, karena jujur saja, walau sudah agak lama saya punya akun instagram, tapi baru kali itu lah saya iseng-iseng meng-klik siaran langsung dari suatu akun hehehe.... Dan passs sekali itu akun @felixsiauw. Beliau sedang mengadakan siaran langsung bertajuk “Ngaji Jomblo”. Ini semacam kajian online yang berseri untuk para jomblo. Berisi arahan step by step bagi para jomblo untuk memperbaiki diri dan menentukan langkah-langkah syar'i untuk menemukan jodohnya.

Lah, kalau kajiannya untuk jomblo, lantas mengapa saya yang sudah tidak jomblo lagi ini ikut menyimak? Bahkan menunggu-nunggu nya setiap siang hari? Ada dua alasannya.

Pertama, karena ustadz Fellix ini ngomongnya enak banget. Lancar jaya macam jalan tol bebas hambatan. Tak hanya itu, setiap kalimatnya pun berisi dan mudah dipahami. Lucu lagi.

Menurut saya, di dunia ini ada 2 tipe orang pintar. Tipe satu, orang yang pintar, banyak ilmunya, namun tak mampu menyampaikan ilmu-ilmunya itu dengan cara yang mudah dipahami orang lain, nggak menarik, dan malah bikin bingung. Padahal berilmu. Sayang ya...

Tipe dua adalah orang berilmu, bahkan padet banget, dan dia mampu menyampaikannya dengan enak, mudah dipahami, dan menarik. Sebagai seorang yang audio visual, tentu saya lebih memilih belajar dari tipe yang kedua ini. Dan menurut saya ustadz Felix ini termasuk tipe yang kedua. Maka jadilah saya dengan mudahnya mengikuti setiap kata yang beliau sampaikan. Apalagi beliau juga jago mengisahkan siroh yang notabene kejadian-kejadian masa lalu di zaman Rosul dengan bahasa-bahasa saat ini. Malah makin suka lah saya menyimaknya.

Kedua, karena meski materi-materinya adalah materi pra-nikah, namun masih sangat bermanfaat kok bagi yang sudah menikah. Serius!

Misalnya saja, dalam salah satu sesi, beliau menjelaskan tentang prioritas cinta kita. Bahwa Alloh harus kita letakkan di nomer 1 sebagai yang paling kita cintai. Sehingga cara kita dalam memilih pasangan akan dengan sendirinya menyesuaikan dengan perintah Alloh. Setelah itu barulah kita bisa berkata “Saya mencintai seseorang karena Alloh” atau dalam bahasa arabnya ana uhibbuki fillah. Memang materi tersebut beliau tujukan untuk para jomblo. Namun sejatinya, mencintai pasangan karena Alloh (sebab Alloh ada di prioritas cinta nomer 1) ini merupakan pegangan penting juga untuk yang sudah berumah tangga.

Jadi, misalnya ketika sudah menikah, kita menemukan karakter-karakter pasangan yang tidak sesuai dengan ekspektasi kita, yang mungkin membuat kita sedih dan kecewa, maka sesungguhnya inilah ujian bagi kita untuk mencintai pasangan kita itu karena Alloh. Mencintainya semata-mata karena Alloh lah yang menitipkannya kepada kita. Bila pondasi ini sudah kuat, maka insyaAlloh kita akan sanggup menjalani kehidupan rumah tangga bersama pasangan, meski dalam perjalanannya kita menjumpai karakternya yang tidak sesuai dengan harapan kita, which is ini pasti terjadi dalam kehidupan pernikahan. Dan inilah biasanya salah satu tool setan untuk mengguncang bahtera rumah tangga.

Dan masih banyaaaak lagi materi ngaji jomblo lainnya yang tetap bermanfaat meski kita sudah tidak lagi menyandang status itu.

Nah, suatu siang ketika sedang mendengarkan siaran langsung itu, suami saya yang duduk di samping saya berujar “wong di luar sana banyak orang yang kelaparan dan kehilangan pekerjaan (karena pandemi corona), kok malah ngurusin jomblo...

Jlebbbb...kalimatnya serasa menusuk hati saya....

Mengapa menusuk? Sebab saya tau bahwa meski hampir sepuluh tahun berumah tangga, namun ilmu-ilmu tentang berumah tangga masih belum menarik baginya untuk dipelajari. Padahal ilmu itu cahaya. Tanpa ilmu, kita bagai berjalan di tempat yang gelap. Bisa tersesat, bahkan bisa menabrak sesuatu, atau tanpa kita sadari ternyata kita hanya berputar-putar saja di tempat. Apalagi kalau posisi kita sebagai pemimpin, atau orang kerap juga menyebutnya nahkoda.

Saat itu pula ingatan saya langsung flashback pada alasan mengapa dulu saya memilihnya sebagai pasangan hidup. Jujur saja, yang membuat saya jatuh hati padanya saat itu satu, yaitu karena ia enak diajak bicara. Saya tidak terlalu memperhitungkan faktor-faktor yang lain. Mengapa saat itu faktor “enak diajak biacara”  menjadi penting bagi saya, sebab salah satu elemen penting dalam rumah tangga adalah komunikasi. Komunikasi yang baik antara suami dan istri akan membuat rumah tangga mampu berjalan dengan baik, meski di dalamnya banyak ujian. Sebaliknya, komunikasi yang buruk antara suami istri akan membuat rumah tangga berjalan dengan buruk pula, dan dampak buruknya juga bisa berimbas pada anak-anak. Nah, dampak buruk bahkan sangat buruk itulah yang saya rasakan akibat komunikasi yang buruk antara bapak dan ibu saya.

Ternyata, di awal-awal pernikahan, yang terjadi sungguh di luar ekspektasi dan harapan saya. Namun inilah cara Alloh mengajari saya tentang banyak hal. Termasuk mengajari saya untuk mencintai suami saya karena Alloh lah yang menitipkannya pada saya. Sekali lagi, karena Alloh lah yang menitipkan.

Kalau kita sedih dan kecewa karena realita tak sesuai dengan harapan kita? Tak apa, itu sangat sangat manusiawi. Tinggal kita kembalikan saja urusan ini pada yang menitipkan pasangan kita. Alloh. Percayalah bahwa Alloh pasti akan menolong kita dengan caraNya.

Analoginya begini, katakanlah kita punya pacar seorang aktor korea yang super tampan atau aktris korea yang cantik, bening, dan bersinar. Kita mencintainya dan ia juga sangat mencintai kita. Lalu suatu hari ia menitipkan kucingnya pada kita dan meminta kita berjanji untuk merawat kucing itu baik-baik sampai datang suatu hari ketika ia mengambilnya kembali. Karena aktor/aktris korea itu mencintai kita dan kita mencintainya, pasti kita akan berusaha sekuat tenaga menepati janji itu. Lha kalau suatu ketika si kucing mencakar kita dan kita terluka? Maka tinggal telpon saja si aktor korea tampan atau aktris korea yang bening itu dan katakan “Halo sayang, kucingmu mencakarku, dan rasanya sakiiit sekali, apa yang harus kulakukan?

Begitulah.

Mumpung ini sedang  ramadhan dan mumpung kita sedang lebih banyak berada di rumah saja, mari bersama-sama introspeksi dan memperbaiki kembali prioritas cinta kita. Entah kita masih jomblo ataupun sudah berumah tangga, tempatkan cinta kepada Alloh di urutan pertama.

Semoga bermanfaat.
#Cerita ramadhan dari rumah saja.