Ada
anak bertanya pada bapaknya
Buat
apa berlapar-lapar puasa..
Begitu sepenggal lirik lagu dari
grup musik legendaris Bimbo. Sebuah gambaran yang wajar, seorang anak bertanya
pada bapak maupun ibunya tentang macam-macam hal, termasuk soal agama, karena
usia anak-anak memang usia dengan rasa ingin tahu yang besar. Sehingga sebagai
orang tua, kita butuh terus mencari ilmu agar bisa menjawab pertanyaan mereka
dengan baik dan benar. Namun bagi saya yang tidak kalah menarik dan penting
ialah jika bapak (dan tentu ibu) bertanya pada anaknya. Mengapa?
Pernahkah Anda menjumpai atau
mengalami sendiri kejadian ada seorang anak yang menangis, kemudian yang
dilakukan oleh orang dewasa di sekitarnya (bapak, ibu, atau mungkin kakek
neneknya) ialah mengalihkan perhatian si anak pada hal lain dengan tujuan agar
si anak berhenti menangis. Misalnya ada seorang anak menangis, lalu bapak ibu
atau kakek neneknya menggendongnya dan berkata “Eh ada kucing lucu tu...pus pus
sini pus..”
Kalo tidak mempan, alias si anak
masih terus menangis bahkan semakin keras, maka mereka mengeluarkan jurus
berikutnya, yakni “Eh nanti bapak/ibu beliin es krim ya...kesukaan adek...yang
rasa coklat kan...atau nanti kita beli mainan yang baru yuk...”
Atau, bila orang tuanya sedang repot
apalagi anak yang harus diurusi saat itu lebih dari satu, maka si anak
dibiarkan saja menangis, dengan anggapan “Nanti kalau capek juga berhenti
sendiri”.
Biasanya si anak akan berhenti
menangis dan lega lah bapak ibu atau kakek neneknya, karena mereka merasa
masalah sudah selesai dan tidak perlu dibahas lagi. Namun, sadarkah kita, bahwa
sejatinya masalah BELUM selesai, dan hal itu bisa menimbulkan MASALAH yang
LEBIH BESAR di kemudian hari?
Saya jadi ingat, suatu sore ketika
masih kecil, saya menagis di kamar dan ibu saya membiarkan saya. Ibu sibuk
menyelesaikan pekerjaan rumah tangga dan mengurus adik saya yang masih bayi.
Sementara Ayah bekerja di kantor dan baru pulang menjelang maghrib. Setelah itu
benar saya berhenti menangis, karena capek dan haus. Dan tak ada satupun yang
bertanya pada saya mengapa saya menangis. Dan tidak hanya sekali itu saja saya
dibiarkan ketika sedang menangis atau sedang ngambek.
Dan saya baru benar-benar menyadari
dampaknya ketika sudah dewasa dan berumah tangga. Ada kalanya saya sebel atau
marah sama suami, tapi belive it or not
saya tak mampu menguraikan apalagi menyampaikan padanya penyebabnya. Mungkin
bagi orang lain hal itu mudah saja, kan tinggal bilang “Saya sedih, karena...”
atau “Saya marah, karena...”. Namun ternyata bagi saya itu cukup sulit.
Pokoknya sebel aja! Hehehe...
Sejak saat itu saya mulai merasa ada
yang tak beres pada diri ini. Hingga suatu hari saya menemukan bahwa ternyata
anak memang HARUS DIAJARI mengenali emosi. Ini penting! Sama pentingnya dengan
mengajari mereka bicara, berjalan, makan, dll. Dan bagaimana cara
mengenalkan emosi pada anak? Salah satunya ialah dengan BERTANYA pada mereka.
Maka jika nanti mereka menangis,
jika masih bisa diajak bicara, sebaiknya kita bertanya pada mereka mengapa mereka
menangis. Mungkin mereka sendiri masih bingung untuk menjawabnya, maka bantulah
mereka dengan bertanya lagi. Misalnya ketika mereka mengangis kita bertanya
“Kenapa adek menangis? Apakah adek
sedih?”
“Kenapa adek sedih? Apakah adek
sedih karena habis rebutan mainan sama kakak?
Dan seterusnya
Jika menangisnya sampai
meraung-raung dan tidak memungkinkan untuk diajak bicara, maka biarkan dulu
anak menangis hingga berhenti. Setelah itu peluk atau pangku anak, bila perlu
beri ia minum, baru bertanya mengapa ia menangis.
Ini tidak hanya berlaku ketika anak
menangis atau sedang sedih, namun juga untuk segala kondisi emosi, termasuk
ketika anak sedang gembira, marah, takut, dll. Penting juga untuk mengenalkan
macam-macam emosi pada mereka. Bisa melalui buku cerita atau dongeng atau film
yang ditonton, atau apapun yang anak lihat. Misalnya ketika sedang membacakan
buku cerita pada anak, lalu ada tokoh di cerita tersebut yang sedih, kita
sebutkan bahwa si tokoh menangis karena ia sedih. Atau ketika anak sedang
tertawa dan tampak gembira, tanyakan saja padanya “Adek sedang gembira ya? Kok senyum-senyum
terus? Kenapa?” Atau ketika sedang nonton film yang ada raksasanya, lalu ia
menutup muka ketakutan, tanyakan padanya “Adek takut ya? Kenapa?” Hingga anak
pun tahu bahwa ada yang namanya sedih, gembira, marah, takut, jijik, dll. Dan
anak juga bisa tahu emosi yang mana yang sedang dialami atau sedang
dirasakannya.
Step selanjutnya setelah anak tahu
apa yang sedang terjadi pada dirinya ialah mengajari mereka bagaimana cara
menyalurkan emosi tersebut dengan cara yang tepat, cara yang tidak menyakiti
diri sendiri dan sekitarnya. Misalnya ketika anak sedang marah, ajak ia untuk
duduk lalu menarik dan mengeluarkan nafas. Atau jika anak sudah bisa menulis,
ajarkan ia untuk menulis bahwa ia sedang marah karena.... Atau jika anak marah
karena tidak suka dengan perlakuan temannya di sekolah, ajari ia untuk
mengungkapkan dengan baik-baik pada temannya itu bahwa ia tidak suka
diperlakukan seperti itu. Atau, kalau anak sedang sedih, biarkan ia menangis, baik
anak perempuan maupun laki-laki, karena menangis adalah hal yang wajar sebagai
respon atas kesedihan. Kita yang dewasa pun biasanya merasa lebih lega setelah
menagis bukan? Setelah itu ajarkan ia untuk bangkit dari kesedihannya.
Sebetulnya BERTANYA pada anak tak
hanya berguna untuk membantunya mengenali apa yang sedang terjadi pada dirinya.
BERTANYA pada anak juga sangat berguna untuk membangun komunikasi yang baik dengan
anak sejak ia kecil hingga ia dewasa kelak. Sehingga orang tua tak lagi berkata
“Saya nggak ngerti deh, anak saya ini maunya apa sih?”
Sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim ketika mendapat perintah dari Allah untuk menyembelih Nabi Ismail.
Yang pertama kali beliau lakukan pun
adalah BERTANYA pada Ismail “Bagaimana menurut pendapatmu, wahai
anakku?”
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar