Jumat, 12 Juni 2020

SILENT-TALK


Beberapa waktu lalu saya terlibat dalam sebuah rapat yang agak lucu. Mengapa “agak” lucu? Sebab, rapat itu sebenarnya bukan rapat untuk membahas komedi, melainkan membahas keamanan komplek perumahan setelah salah satu rumahnya kemasukan maling.

Nah, yang membuatnya lucu ialah proses dan peserta rapatnya. Bagaimana tidak, belum satu peserta selesai mengutarakan pendapatnya, sudah dipotong oleh peserta lainnya. Si peserta yang memotong ini belum selesai bicara, sudah dipotong juga oleh peserta yang lain lagi. Begituuuuuuu terus. Sampai-sampai ada momen di mana dua peserta yang duduk bersebelahan berbicara bersamaan kepada forum, padahal yang mereka bicarakan berbeda. Peserta rapat yang lainnya pun melongo. Lah, ini rapat atau paduan suara sebetulnya???

Alhasil pendapat para peserta tidak bisa tersampaikan dengan tuntas dan dimengerti secara utuh. Dan malah membawa kerugian bagi semua peserta, sebab rapat menjadi lama dan muter-muter di tempat.

Hemm...kejadian agak lucu ini menjadi bahan renungan bagi saya. Mungkin semua orang bisa bicara, namun ternyata tak semuanya bisa mendengarkan (menyimak) dengan baik. Padahal Tuhan memberi kita hanya satu mulut, tetapi mata dan telinga masing-masing diberi Nya dua. Berarti sejatinya, kita diperintahkan untuk mendengar dan melihat (menyimak/memperhatikan) dua kali lebih banyak dari pada bicara. Bukan sebaliknya. Agar apa? Agar kita dapat mengambil hikmah, memetik pelajaran, dan memahami dengan utuh apa-apa yang terjadi di sekitar kita, dan ketika tiba giliran kita untuk bicara maka kita akan dapat berbicara (menyampaikan pendapat/berkomentar) dengan tepat.

Lalu mengapa yang kerap terjadi justru sebaliknya? Semangat 45 ketika diri sendiri bicara, tetapi tak mampu bersabar mendengar saat orang lain yang bicara...

Ini karena ayah bunda yang baik, kemampuan mendengarkan dengan utuh alias menyimak ini memang tidak muncul secara tiba-tiba. Sebagaimana kemampuan bicara yang kita pelajari dan latih sejak kecil dulu, mendengarkan/menyimak ini sejatinya juga butuh dipelajari dan dilatih sejak dini.

Caranya?

Ada satu cara yang menarik untuk melatihnya. Cara ini saya dapatkan dari sebuah cerita pendek berjudul “Silent-Talk” karangan Aya Shofia dalam buku “Benih-Benih Kebaikan” terbitan Wonderful Publishing tahun 2019. Singkat cerita, Arkam yang duduk di kelas 3 SD ditegur oleh gurunya saat jam pelajaran bahasa indonesia. Penyebabnya, ia diajak ngobrol terus oleh teman sebangkunya bernama Rio. Lepas ditegur, rupanya Rio masih juga melanjutkan ceritanya pada Arkam tentang game terbaru yang berhasil ia pecahkan rekornya. Sebenarnya Arkam tak terlalu tertarik dengan cerita Rio, dan merasa tidak enak dengan gurunya, karena Rio bercerita saat guru mereka sedang menjelaskan pelajaran.


Cerpen "Slent-Talk" karangan Aya Shofia

Pulang sekolah, Arkam menceritakan kejadian itu pada ibunya. Di situlah lalu ibunya mengajarkan Arkam untuk membuat kesepakatan Silent-Talk dengan Rio. Jadi Arkam dan Rio harus membuat kesepakatan kapan waktunya mereka berdua tidak boleh bicara dan menyimak betul-betul pelajaran dari guru (silent) dan kapan mereka berdua bisa ngobrol dan saling bercerita (talk).

Nah, sejatinya konsep silent-talk ini bisa kita terapkan juga antara kita dengan anak-anak kita. Saat kita harus bicara pada anak-anak kita (talk), minta pada mereka untuk mendengarkan dulu apa yang akan kita sampaikan (silent). Sebaliknya, saat mereka sedang bicara meski masih terbata-bata (talk), giliran kita mendengarkan sampai mereka selesai mengutarakannya (silent). Jangan memotongnya, kecuali bila kita terpaksa, dengan meminta maaf terlebih dulu pada mereka.

Sebagaimana ilmu-ilmu lainnya dalam dunia pengasuhan, maka cara terbaik dalam mengajarkan silent-talk ini kepada anak-anak kita adalah dengan TELADAN. Dan sebagaimana ilmu-ilmu lainnya pula dalam dunia pengasuhan, maka mengajarkan silent-talk ini adalah PROSES, butuh tekad yang bulat, usaha yang kuat, kesabaran yang berlipat, dan doa yang terus dipanjat. Namun demikian, percayalah ayah bunda sekalian, buah dari proses panjang ini akan sangat manis terasa dan menjadi bekal berharga untuk anak-anak kita menjalani kehidupannya.

-Self reminder-
Semoga bermanfaat.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar