![]() |
Suatu hari ketika sedang makan
malam, tiba-tiba ayah menggebrak meja makan. Saya yang saat itu sedang mengerjakan
PR di dalam kamar langsung kaget. Karena penasaran tapi juga takut, saya buka
pintu kamar sedikit dan mengintip ke ruang makan. Dengan nada marah ayah
berkata “Makanan kok nggak ada yang enak sih!”. Kemudian dengan nada pasrah ibu
mejawab “Saya sudah berusaha masak...”.
Perasaan saya langsung campur aduk
nggak karuan melihat kejadian itu. Di satu sisi saya sedih dan sangat kasihan
melihat ibu. Sebab ibu pasti sudah susah payah menyiapkan makan malam. Saya
masih ingat, malam itu ibu masak rawon dan beberapa lauk lain. Dan menurut saya
rasanya enak. Masak rawon kan tidak sesederhana nyeplok telur atau goreng tempe. Apalagi sekarang saya juga sudah
jadi istri dan ibu. Saya semakin tahu bagaimana rasanya bila masakan yang sudah
saya buat dengan susah payah tidak dihargai apalagi dibilang nggak enak oleh
suami. Saya pun jadi marah dan sebal melihat perbuatan ayah itu.
Namun di sisi lain, saya yakin ayah
tidak bermaksud berbuat kasar pada ibu. Sebab ayah termasuk tipe yang santun
dan jarang marah, tapi sekalinya marah maka gempar lah seisi rumah hehehe....
Ayah pun saat itu memang sedang tidak enak badan dan mungkin juga sedang banyak
tekanan di kantor, sehingga ayah berkata seperti itu pada ibu.
Kejadian itu melekat sangat sangat kuat
dalam ingatan saya. Saya tahu, ada kalanya dalam perjalanan rumah tangga, suami
pernah menyakiti istri, atau istri pernah menyakiti suami, dengan bentuk dan
kadar yang beragam. Sebab suami dan istri sama-sama hanya manusia biasa, tak
lepas dari salah dan khilaf. Tapi ada satu hal yang barangkali sering
terlewatkan, yakni meminta MAAF atas kekhilafan yang telah dilakukan.
Ya, walaupun hanya empat huruf dan
hanya butuh satu tarikan nafas untuk mengucapkannya, nyatanya tak selalu mudah
mengucap maaf. Alasannya bisa karena gengsi
atau karena sejak kecil memang tidak terbiasa meminta maaf bila melakukan
kesalahan, sehingga kurang memiliki empati, tidak merasa bersalah telah
menyakiti orang lain, dan bahkan kesulitan mengucap MA-AF.
Sehingga, sebelum tumbuh menjadi
orang dewasa yang sulit meminta maaf, maka sejak dini sangatlah penting untuk
mengajari anak tentang maaf dan memaafkan. Bagaimana caranya?
Bisa jadi, kita sebagai orang tua
seringkali menjumpai anak kita melakukan beragam kesalahan, misalnya
menumpahkan makanan atau minumannya, memecahkan barang, merusak mainan, memencet-mencet
laptop atau smartphone kita, menyobek buku atau pekerjaan kantor, menjahili
adeknya, dan lain sebagainya. Dari pada meresponnya dengan membentak, memarahi,
mengatainya nakal, mencubitnya, apalagi memukul, maka jauuuuuuh lebih baik kita mendekatinya,
mensejajarkan tubuh kita dengannya, menatap matanya lekat-lekat, dan berkata dengan
intonasi yang tenang namun dalam...
“Anakku sayang, kenapa kamu lakukan
itu?”
Beri ia kesempatan untuk menjawabnya hingga tuntas.
Dan lanjutkan berkata “Apa yang kamu
lakukan tadi itu adalah suatu kesalahan. Tolong jangan ulangi lagi. Dan
sekarang ucapkan MA-AF”. Setelah ia mengucapkannya, katakan “Terima kasih nak
karena sudah meminta maaf”. Lalu beri tahu ia apa konsekuensi dari
kesalahannya. Misalnya bila ia tadi menumpahkan makanan atau minuman, maka ajak
ia bersama-sama membersihkan tumpahannya.
Pelajaran yang sama juga berlaku
ketika anak berbuat salah pada selain orang tuanya, misalnya pada kakaknya, adiknya,
saudaranya, temannya, bahkan pada pengasuhnya, asisten rumah tangganya atau
orang yang tak dikenalnya sekalipun ia tak sengaja.
Tentu saja pelajaran mengucap maaf
ini akan menjadi sia-sia, jika kita sebagai orang tua tak pernah meminta maaf
pada anak ketika berbuat salah padanya. Maka bila kita menyakiti atau
mengecewakan anak, katakan padanya “Nak, ayah/bunda minta maaf ya karena
sudah.... Mau kah kamu memaafkan ayah/bunda?”. Dari sini anak akan belajar bahwa setiap orang
tak lepas dari kesalahan. Ia juga melihat bahwa orang tuanya tak gengsi untuk
meminta maaf. Dan di saat yang bersamaan, anak pun belajar tentang ME-MAAF-KAN.
Semoga dengan cara ini anak bisa
tumbuh menjadi pribadi yang peka akan kesalahannya dan mudah untuk memaafkan. Semoga
orang tuanya pun menjadi orang tua yang tak segan meminta maaf pada siapapun serta
mampu memaafkan kesalahan, baik kesalahan
anak maupun kesalahan pasangan. Aamiiin...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar