George nama monyetnya, dari sebuah
film kartun berjudul “Curious George”. Salah satu film kartun favorit saya dan
iin (anak saya), yang di putar di salah satu stasiun televisi swasta setiap
pagi. Mungkin Anda juga pernah menonton filmnya.
Izinkan saya mereview sedikit film
kartun ini. Film ini bercerita tentang keseharian seekor monyet baik hati bernama
George, yang cerdas, kreativ, pantang menyerah, suka menolong, dan memiliki
rasa ingin tahu yang sangat tinggi, sehingga judulnya “Curious George”.
George tinggal bersama seorang pria
bernama “Pria bertopi kuning” (begitulah ia disebut dalam film itu, sebab pria
itu memang selalu memakai topi berwarna kuning hehehe...), di apartemen di sebuah
kota.
Namun adakalanya pula mereka berdua
menghabiskan akhir pekan di sebuah desa tak jauh dari kota tersebut. Di desa
itu, George memiliki banyak teman. Salah satunya ialah Bill, seorang remaja
desa yang ramah dan sehari-hari bekerja sebagai loper koran.
Nah ada sebuah episode dari film “Curious
George” yang menarik perhatian saya, sebab menurut saya di dalamnya terdapat
sebuah pelajaran parenting yang cukup penting.
Saya lupa judul episode itu, namun
kurang lebih begini ceritanya...
Suatu hari Bill dan George sedang
asyik bermain layangan. Tiba-tiba angin kencang datang dan merusak layangan
mereka. Meski sedih, akhirnya mereka berdua sepakat untuk membeli layangan baru.
Lalu Bill dan George datang ke
sebuah toko layangan sambil membawa uang tabungan mereka masing-masing. Rupanya
di toko itu dipajang sebuah layangan besar berbentuk seperti pesawat. Bill dan
George sangat tertarik untuk membelinya. Sayang, ternyata uang tabungan mereka
berdua tak cukup untuk membeli layangan itu. Kemudian si penjaga toko berkata :
“Kalau kalian memang sangat menginginkan
layangan itu, kami akan menyimpan uang kalian ini, dan menyimpankan layangan
itu untuk kalian sampai hari senin (saat itu hari sabtu). Semoga hari senin
kalian sudah mempunyai uang untuk membayar sisanya”.
Mendengar hal itu, Bill dan George
menjadi bersemangat. Masih ada harapan bagi mereka untuk memiliki layangan itu.
Dan, di sinilah pelajaran penting
parentingnya...
Yang dilakukan oleh Bill dan Geroge
setelah itu bukanlah pergi ke orang tua
dan MEMINTA UANG untuk bisa membeli layangan yang mereka inginkan. Namun
yang mereka lakukan ialah menyusun
rencana untuk bisa MENDAPATKAN UANG.
Bill dan George lalu menelpon
beberapa tetangga di desa dan menanyakan adakah pekerjaan yang bisa mereka berdua
lakukan untuk hari minggu besok. Ternyata ada! dan cukup banyak, mulai dari
mencabut rumput, mengecat gudang, menemani anjing tetangga jalan-jalan, dan
banyak lagi.
Agar tidak bingung, Bill dan George
membuat daftar urutan beserta estimasi waktu untuk setiap pekerjaan, agar semua
pekerjaan dapat selesai dalam sehari.
Keesokan paginya mereka berangkat
bekerja sesuai waktu yang ditentukan. Ternyata tidak mudah! Pekerjaan pertama
ialah mencabut rumput di halaman seorang tetangga. Ternyata halamannya lebih
luas dari yang mereka bayangkan, sehingga mereka berdua harus bekerja dengan
lebih cepat agar tak meleset dari estimasi waktu yang sudah disusun.
Pekerjaan berikutnya ialah menemani
anjing-anjing tetangga jalan-jalan. Selanjutnya ialah mengecat gudang. Bill dan
George senang sekali karena sampai sejauh itu semuanya berjalan lancar sesuai
estimasi waktu. Tiba-tiba ujian datang kembali. Hujan turun dan cat gudang yang
masih basah itu pun luntur.
Bill dan George sedih, sebab mereka
tak bisa menghentikan hujan dan pekerjaan-pekerjaan lainnya pun tertunda hingga
hujan reda. Sambil menunggu di dalam gudang, mereka memutuskan untuk membagi
pekerjaan, sebagian dilakukan oleh Bill dan yang sebagian lagi oleh George. Dan
mereka langsung memulainya begitu hujan reda sebelum nanti turun kembali.
George kebagian melakukan pekerjaan
di rumah sepasang suami istri petani, Pak dan Ibu Renkins. Karena hari sudah
siang, Bu Renkins menawari George untuk makan siang dulu. George yang sudah
lapar langsung menyetujuinya.
Sambil makan siang mereka bertiga
mengobrol. Rupanya Pak dan Bu Renkins tahu dari penjual layangan bahwa Bill dan
George sedang berusaha mengumpulkan uang untuk membeli sebuah layangan.
Maklumlah, di desa berita mudah menyebar. Lalu dengan bahasa monyet, George
bercerita bahwa pekerjaan mereka terganggu oleh hujan. Pak Renkins pun memberi
nasehat semacam pepatah para petani, “kita memang tidak bisa mengendalikan
cuaca, namun kita bisa menyiasatinya”. Artinya, jika cuaca di luar sedang tidak
bagus, maka yang dilakukan oleh para petani ialah bekerja di dalam ruangan,
seperti mengolah hasil pertanian untuk menjadi produk-produk baru.
Akhirnya George yang cerdas mendapat
ide! Ia harus membagi pekerjaannya, mana pekerjaan yang di dalam ruangan
(indoor) dan mana pekerjaan yang di luar ruangan (outdoor). Pekerjaan outdoor
harus dilakukan selama hujan belum turun kembali. Dan bila hujan turun, mereka
tinggal melakukan pekerjaan-pekerjaan indoor. George segera menemui Bill untuk
memberitahukan idenya, dan Bill setuju.
Akhirnya semua pekerjaan pun selesai
di hari minggu! Dan keesokan harinya mereka sudah memiliki uang untuk membeli
layang-layang yang mereka inginkan!
Sungguh luar biasa! Meski saya
mungkin terlalu tua untuk nonton kartun, namun saya ikut terharu dan senang
Bill dan Geroge akhirnya mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan kerja
keras dan pantang menyerah.
Di situlah pelajaran parentingnya.
Bagi saya, penting untuk mengajarkan pada anak bahwa dalam hidup ini kita memang harus bekerja keras dan pantang
menyerah untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan, sebab yang kita inginkan
itu tak langsung jatuh dari langit.
Dan ini bisa ditanamkan dalam diri
anak-anak sejak mereka masih kecil, sesuai dengan tingkat pemahaman dan
kemampuan mereka. Biasakan mereka untuk bekerja atau berusaha terlebih dulu
sebelum mendapatkan apa yang mereka inginkan. Hal-hal yang berupa sandang,
pangan, papan, dan sekolah merupakan kewajiban orang tua untuk memenuhinya.
Sedangkan hal-hal yang sifatnya keinginan, bagi saya, anak harus bekerja dulu
untuk mendapatkannya.
Beberapa waktu yang lalu iin (anak
saya) minta dibelikan stiker dinding. Lalu saya ajak ia membuat celengan dari
mangkok plastik bertutup. Atasnya saya lubangi untuk celah memasukkan uang.
Lalu saya katakan padanya...
“Sayang, harga stiker dindingnya kan
sepuluh ribu. Nah iin kerja dulu bantu bunda. Setiap pekerjaan iin bunda hargai
lima ratus rupiah, atau iin juga boleh bikin hiasan dari kertas lipat, nanti
bunda beli hiasannya. Terus uangnya iin masukkan ke mangkok ini. Nanti kalau
sudah terkumpul sepuluh ribu, kita beli stiker dinding. Oke?”
Dan kami pun sepakat. Tentu
pekerjaannya saya sesuaikan dengan kemampuan iin, seperti membantu saya menyapu
lantai, merapikan tempat tidur, menggulung karpet setelah acara arisan di
rumah, menjemur cucian, menyiram rumput, membuat bentuk-bentuk dari kertas
lipatnya, dll. Saya tidak melihat hasilnya, karena tentu hasilnya belum
sempurna, tapi saya melihat usaha dan kesungguhannya.
Suatu kali setelah membantu saya
menjemur cucian, ia berkata “Fiuhhh...capek bun..”. Dan saya pun menjawab “Semangat
nak, dalam hidup ini kita memang harus kerja keras, tapi nanti hasilnya akan terasa
manis.” Mungkin jawaban saya masih terlalu abstrak untuk otak 4 tahunnya, tapi
semoga suatu hari nanti ia memahaminya.