Selasa, 24 Juli 2018

RUMAH TANGGA DAN ANALOGI TUKANG PARKIR


“Suamiku jatuh cinta pada teman sekantornya...”

Ucapan sahabat saya itu hampir membuat saya menelan es batu dalam es jeruk yang sedang saya nikmati.

“Aku tahu dari percakapan whatsapp nya dengan teman sekantornya itu, dan kemarin dia sudah menyatakan perasaan cintanya.....Padahal teman sekantornya itu juga sudah berkeluarga....” ucapnya dengan wajah tertunduk.

Saking kagetnya, saya sungguh tidak tahu harus berkata apa untuk menanggapinya. Saya letakkan gelas es jeruk saya. Saya putuskan untuk mendengarkan saja apapun yang ingin ia ceritakan. Namun ternyata tidak ada cerita lagi, karena yang keluar darinya selanjutnya hanyalah air mata. Akhirnya saya pindah duduk di sampingnya dan saya peluk sahabat saya itu se-erat mungkin yang saya bisa.

Sebagai sesama istri dan juga ibu, saya bisa merasakan kepedihan itu meski tak sedalam yang sahabat saya rasakan. Betapa tidak pedih, kesetiaan dan kepercayaan yang sudah dibangun oleh sahabat saya selama hampir 10 tahun pernikahan tiba-tiba dihantam oleh suaminya. Perasaan saya jadi campur aduk, saya jadi merasa kecewa dan marah pada suaminya, merasa sebel pada perempuan teman sekantornya itu, sekaligus merasa sangat sangat kasihan pada anak semata wayang mereka yang meski belum paham akan kejadian ini tapi pasti akan terkena dampaknya juga.

Fiuuuuuuh.....saya harus menarik nafas yang benar-benar panjang dan menghembuskannya dengan sangat perlahan. Saya yakin, pasti tak ada satupun di antara kita yang ingin mengalami badai itu dalam rumah tangga, tiba-tiba tahu bahwa telah dikhianati atau diselingkuhi oleh suami atau istri sendiri sementara awalnya semua terasa berjalan baik-baik saja.

Sakiiiiiit memang....

Tapi.... ada satu hal mendasar yang harus kita sadari dan kita ingat terus sampai akhir hayat kita nanti. Apa itu?

Bahwa sebenarnya kita TIDAK memiliki apa-apa di dunia ini.

Seperti layaknya TUKANG PARKIR. Pasti anda semua pernah melihat bahkan berinteraksi dengan tukang parkir bukan? Kendaraan-kendaraan yang ada di lahan parkir si tukang parkir bukanlah kendaraanya. Semua kendaraan itu adalah titipan dari pemiliknya. Kendaraan itu dititipkan sementara saja oleh pemiliknya. Ketika tiba waktunya, ya kendaraan itu akan diambil lagi oleh pemiliknya. Selama kendaraan-kendaraan itu dititipkan padanya, ia wajib menjaganya dengan baik. Sebab bila ia lalai menjaganya, maka ia harus mempertanggungjawabkannya kepada si pemilik.

Sebelas dua belas dengan analogi itu......sesungguhnya kita semua ini adalah “tukang parkir”, kendaraan-kendaraan itu adalah apapun yang ada pada diri kita selama kita hidup di dunia ini, termasuk suami, istri, anak-anak, dan lain sebagainya. Dan pemilik “kendaraan-kendaraan” itu adalah Allah SWT. Selama Allah menitipkan suami, istri, anak, dan lain sebagainya itu kepada kita maka kita WAJIB menjaganya sesuai dengan amanat dari Sang Pemilik. Dan bila kita menyakiti titipan-Nya, maka kita pun harus bertanggung jawab pada Pemiliknya.

Berangkat dari apa yang dialami oleh sahabat saya itu, saya ingin mengingatkan suaminya dan suami-suami yang lain. Anda jangan lupa bahwa ketika ijab qobul dulu sesungguhnya Anda mengadakan perjanjian, tidak hanya dengan wali perempuan itu, tapi juga dengan Pemiliknya, yakni Allah. Anda berjanji akan menjaganya dengan baik dan melindunginya dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Sungguh bukan perjanjian yang ringan dan sembarangan. Bahkan Allah menyebutnya dengan istilah “Mitsaqan Ghaliza”, sebuah perjanjian yang setara dengan perjanjian Allah dengan para nabiNya. Jadi, jika anda mencederai perjanjian itu (dengan menyakiti atau mengkhianati istri Anda), ingatlah dengan siapa sesungguhnya Anda akan berurusan.

Dan untuk mbak teman sekantornya, saya tidak kenal Anda, tapi semoga Anda tahu dan ingat pesan Baginda Rosul...

“...dan aku melihat neraka, maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita. Para sahabat pun bertanya : Mengapa demikian wahai Rosul? Baginda SAW menjawab : Karena kekufuran mereka. Kemudian sahabat bertanya lagi : Apakah mereka kufur kepada Allah? Baginda menjawab : Mereka kufur terhadap suami-suami mereka, kufur terhadap kebaikan-kebaikannya....” (HR Imam Al Bukhari).

Semoga tulisan ini bisa menjadi pengingat bagi saya pribadi dan Anda semua. Dan semoga Allah selalu membimbing kita dalam mengarungi bahtera rumah tangga.

Aamiiin Ya Robbal alamin...

PS : Untuk sahabatku...bersabarlah dan bertahanlah...ujian ini bentuk sayang Allah padamu.
Dan untuk kakak tercinta, terima kasih yang tak terhingga untuk analoginya.