Kamis, 02 Agustus 2018

AYAH BUNDA, MENGASUH ITU MEMBENTUK KENANGAN



Lembar monokrom hitam putih
Aku coba ingat warna demi warna di hidupku
Tak akan ku mengenal cinta
Bila bukan karena hati baikmu

Apakah ada di antara ayah bunda yang punya foto kenangan masa kecil bersama orang tua? Baik foto bersama mereka maupun foto Anda yang diambil atau dipotret oleh mereka, baik yang warnanya masih hitam putih seperti lirik lagu “Monokrom” dari Tulus, maupun yang sudah berwarna.

Apa yang Anda rasakan ketika melihatnya? Mungkin ingatan Anda akan melayang ke puluhan tahun silam saat Anda masih anak-anak, masih lucu-lucunya, polos-polosnya, dekil-dekilnya, atau masih nakal-nakalnya. Saat dimana Anda adalah manusia paling bahagia karena tidak perlu mempedulikan apa yang terjadi dengan dunia dan tetap merasa aman-aman saja, sebab ada AYAH dan IBU anda. Lalu Anda berkata “Foto ini dulu waktuuu....” sambil senyum-senyum sendiri, sambil geleng-geleng kepala, atau sambil terharu karena foto itu mengingatkan Anda pada mereka berdua.

Wah...sungguh kenangan yang sangat berkesan ya...

Lalu kita kembali ke masa kini. Foto-foto di zaman sekarang memang sudah tidak hitam putih lagi (kecuali yang sudah diedit) dan sudah jarang sekali dicetak pada lembaran seperti jaman dulu, namun kegiatan memfoto-nya tetap ada, bahkan boleh dikatakan makin menggila dengan hadirnya sebuah benda persegi segenggaman tangan bernama smartphone.

Fitur kamera dengan ketajaman gambar yang semakin akurat pada smartphone membuat para penggunanya tak pernah lupa mengabadikan setiap momen dalam hidupnya, mulai dari momen-momen istimewa hingga momen-momen yang sesungguhnya tidaklah penting untuk direkam, lalu membaginya pada keluarga, teman, bahkan pada dunia melalui aplikasi media sosial.

Smartphone dengan kameranya ini juga berhasil memberikan dampaknya pada para orang tua zaman sekarang. Salah satunya ialah menjadikan ayah dan bunda jauh lebih fokus pada mengabadikan setiap momen dalam hidup anaknya, baik dalam bentuk foto maupun video, lalu men-share-nya di media sosial. 

Pernahkah ayah bunda melihat (atau mungkin mengalami sendiri) ketika sedang berlibur, rekreasi, jalan-jalan atau bermain bersama anak-anak, ayah bunda secara spontan langsung mengeluarkan smartphone lalu sibuk mencari angle yang pas untuk memfoto anak atau merekamnya. Ayah bunda lebih memilih berkata “Ayo berdiri di situ...geser ke kanan sedikiiit...agak maju lagi biar keliahatan ombaknya...senyuuum...” atau “Ayo pegang kelincinya, dek... sambil lihat sini yaaa...cheeeees”  atau “Berdiri di dekat gajahnya situuu....mana gayanyaaa..” dan jepret jepret jepret...share.

Atau ketika sedang bermain di playground mall, tak sedikit orang tua yang justru sibuk memotret maupun merekam anaknya yang sedang bermain lalu minggir ke tepi dan khusyuk meng-share hasil jepretannya di media sosial dengan harapan mendapat komentar dan like.

Tentu bukan berarti memfoto ataupun memvideo mereka dan kemudian men-share-nya tidak boleh. Itu boleh, sah-sah saja, tidak dilarang, dan hak setiap orang. Hasilnya pun bisa dijadikan update kabar bagi keluarga, saudara, maupun teman-teman. Namun semoga ayah bunda, termasuk saya, tidak lupa pada hal lain yang lebih mendasar dan lebih penting untuk dilakukan. Apa itu? MEMBENTUK KENANGAN pada setiap momen itu.

Ya, karena tanpa kenangan, maka foto-foto itu hanyalah foto belaka dan video-video itu hanyalah rekaman semata. Tidak ada yang membekas. Tidak ada yang berkesan. Tidak ada yang istimewa. Tidak ada sesuatu yang sungguh-sungguh berarti bagi anak-anak ketika suatu hari nanti mereka melihatnya kembali. Tidak ada sesuatu yang akhirnya turut andil membentuk kepribadian dan berpengaruh positiv bagi tumbuh kembang mereka.

Lalu bagaimana caranya agar kenangan itu bisa terbentuk pada foto dan videonya?

Caranya ialah dengan menjadikan momen-momen yang difoto maupun divideo itu sebagai sarana untuk membangun attachment alias kedekatan dan komunikasi ayah bunda dengan anak-anak, serta berilah kesan positiv pada momen-momen itu.

Jadi, misalnya suatu hari ayah bunda dan anak-anak pergi ke pantai, ajaklah mereka ngobrol. “Ini namanya pantai, nak... Indah sekali ya... Ciptaan siapa? Yang ini namanya pasir, adek boleh pegang...bisa dibentuk lho...yuk kita bikin istana dari pasir...”. Ayah bunda bisa merekam keasyikannya membuat istana pasir dan setelah selesai berfotolah bersamanya dan istananya, lalu katakan padanya “Istana buatan adek adalah istana terbagus yang pernah ayah bunda lihat (beri jempol)”. Lalu sepulang dari pantai, tanyakan pada mereka “Suka nggak dek ke pantai? Apa yang paling adek suka?” dll.

Atau ketika anak ayah dan bunda berulang tahun. Di samping sibuk merekam jalannya acara syukuran maupun ber-swafoto dengannya, jangan lupa untuk memeluk dan menciumnya dengan segenap jiwa raga dan hati lalu katakan padanya “Selamat ulang tahun, nak. Semoga Allah selalu menyayangimu.”

Intinya ayah bunda, jangan hanya berfokus pada memfoto atau merekam momen anak Anda semata, tapi bentuklah kenangannya. Karena membentuk kenangan adalah bagian dari mengasuh mereka juga. Hingga bila suatu hari nanti mereka melihat kembali foto-foto dan video-video itu, mereka bisa berkata...
Di mana pun kalian berada
Ku kirimkan terima kasih
Untuk warna dalam hidupku dan banyak kenangan indah
Kau melukis aku...
(“Monokrom” by Tulus)