Lembar monokrom hitam putih
Aku coba ingat warna demi warna di
hidupku
Tak akan ku mengenal cinta
Bila bukan karena hati baikmu
Apakah
ada di antara ayah bunda yang punya foto kenangan masa kecil bersama orang tua?
Baik foto bersama mereka maupun foto Anda yang diambil atau dipotret oleh
mereka, baik yang warnanya masih hitam putih seperti lirik lagu “Monokrom” dari
Tulus, maupun yang sudah berwarna.
Apa
yang Anda rasakan ketika melihatnya? Mungkin ingatan Anda akan melayang ke
puluhan tahun silam saat Anda masih anak-anak, masih lucu-lucunya,
polos-polosnya, dekil-dekilnya, atau masih nakal-nakalnya. Saat dimana Anda
adalah manusia paling bahagia karena tidak perlu mempedulikan apa yang terjadi
dengan dunia dan tetap merasa aman-aman saja, sebab ada AYAH dan IBU anda. Lalu
Anda berkata “Foto ini dulu waktuuu....” sambil senyum-senyum sendiri, sambil
geleng-geleng kepala, atau sambil terharu karena foto itu mengingatkan Anda
pada mereka berdua.
Wah...sungguh
kenangan yang sangat berkesan ya...
Lalu
kita kembali ke masa kini. Foto-foto di zaman sekarang memang sudah tidak hitam
putih lagi (kecuali yang sudah diedit) dan sudah jarang sekali dicetak pada
lembaran seperti jaman dulu, namun kegiatan memfoto-nya tetap ada, bahkan
boleh dikatakan makin menggila dengan hadirnya sebuah benda persegi
segenggaman tangan bernama smartphone.
Fitur
kamera dengan ketajaman gambar yang semakin akurat pada smartphone membuat para
penggunanya tak pernah lupa mengabadikan setiap momen dalam hidupnya, mulai
dari momen-momen istimewa hingga momen-momen yang sesungguhnya tidaklah penting
untuk direkam, lalu membaginya pada keluarga, teman, bahkan pada dunia melalui
aplikasi media sosial.
Smartphone
dengan kameranya ini juga berhasil memberikan dampaknya pada para orang tua
zaman sekarang. Salah satunya ialah menjadikan ayah dan bunda jauh lebih fokus
pada mengabadikan setiap momen dalam hidup anaknya, baik dalam bentuk foto
maupun video, lalu men-share-nya di media sosial.
Pernahkah
ayah bunda melihat (atau mungkin mengalami sendiri) ketika sedang berlibur,
rekreasi, jalan-jalan atau bermain bersama anak-anak, ayah bunda secara spontan
langsung mengeluarkan smartphone lalu sibuk mencari angle yang pas untuk
memfoto anak atau merekamnya. Ayah bunda lebih memilih berkata “Ayo berdiri di situ...geser ke kanan sedikiiit...agak
maju lagi biar keliahatan ombaknya...senyuuum...” atau “Ayo pegang kelincinya, dek... sambil lihat sini yaaa...cheeeees” atau “Berdiri
di dekat gajahnya situuu....mana gayanyaaa..” dan jepret jepret jepret...share.
Atau
ketika sedang bermain di playground mall, tak sedikit orang tua yang justru
sibuk memotret maupun merekam anaknya yang sedang bermain lalu minggir ke tepi
dan khusyuk meng-share hasil jepretannya di media sosial dengan harapan
mendapat komentar dan like.
Tentu
bukan berarti memfoto ataupun memvideo mereka dan kemudian men-share-nya tidak boleh. Itu boleh, sah-sah
saja, tidak dilarang, dan hak setiap orang. Hasilnya pun bisa dijadikan update
kabar bagi keluarga, saudara, maupun teman-teman. Namun semoga ayah bunda,
termasuk saya, tidak lupa pada hal lain yang lebih mendasar dan lebih penting
untuk dilakukan. Apa itu? MEMBENTUK KENANGAN pada setiap momen itu.
Ya,
karena tanpa kenangan, maka foto-foto itu hanyalah foto belaka dan video-video
itu hanyalah rekaman semata. Tidak ada yang membekas. Tidak ada yang berkesan. Tidak
ada yang istimewa. Tidak ada sesuatu yang sungguh-sungguh berarti bagi
anak-anak ketika suatu hari nanti mereka melihatnya kembali. Tidak ada sesuatu
yang akhirnya turut andil membentuk kepribadian dan berpengaruh positiv bagi
tumbuh kembang mereka.
Lalu
bagaimana caranya agar kenangan itu bisa terbentuk pada foto dan videonya?
Caranya
ialah dengan menjadikan momen-momen yang difoto maupun divideo itu sebagai
sarana untuk membangun attachment
alias kedekatan dan komunikasi ayah bunda dengan anak-anak, serta berilah kesan
positiv pada momen-momen itu.
Jadi,
misalnya suatu hari ayah bunda dan anak-anak pergi ke pantai, ajaklah mereka
ngobrol. “Ini namanya pantai, nak...
Indah sekali ya... Ciptaan siapa? Yang ini namanya pasir, adek boleh
pegang...bisa dibentuk lho...yuk kita bikin istana dari pasir...”. Ayah
bunda bisa merekam keasyikannya membuat istana pasir dan setelah selesai
berfotolah bersamanya dan istananya, lalu katakan padanya “Istana buatan adek adalah istana terbagus yang pernah ayah bunda lihat
(beri jempol)”. Lalu sepulang dari pantai, tanyakan pada mereka “Suka nggak dek ke pantai? Apa yang paling
adek suka?” dll.
Atau
ketika anak ayah dan bunda berulang tahun. Di samping sibuk merekam jalannya
acara syukuran maupun ber-swafoto dengannya, jangan lupa untuk memeluk dan
menciumnya dengan segenap jiwa raga dan hati lalu katakan padanya “Selamat ulang tahun, nak. Semoga Allah
selalu menyayangimu.”
Intinya
ayah bunda, jangan hanya berfokus pada memfoto atau merekam momen anak Anda
semata, tapi bentuklah kenangannya. Karena membentuk kenangan adalah
bagian dari mengasuh mereka juga. Hingga bila suatu hari nanti mereka melihat
kembali foto-foto dan video-video itu, mereka bisa berkata...
Di mana pun kalian berada
Ku kirimkan terima kasih
Untuk warna dalam hidupku dan banyak
kenangan indah
Kau melukis aku...
(“Monokrom”
by Tulus)