Suatu hari sepulang dari main di
rumah teman depan rumah, anak saya bercerita.
“Bun
bun, mamanya A (teman depan rumah itu) bikin toko lho, bun”.
“Toko???
Toko apa???” Saya agak bingung, sebab setahu saya tetangga depan rumah kami
itu tidak buka toko.
“Toko
Mama.”
“Toko
Mama??? Jualan apa???”
“Jualan
jajan! Ada coklat, permen, ciki-ciki, banyaaak.... Terus mamanya A juga bikin
uang-uangan warna pink. Nah, tadi aku sama A bantu bersih-bersih, terus kami
dikasih uang pink itu sama mamanya. Terus boleh beli jajan di tokonya itu pakai
uang pink itu...”
Ooooh, setelah saya cari tahu
sendiri, rupanya tetangga depan rumah saya itu (mamanya si A) memang berinisiatif
bikin “toko”. Namanya Toko Mama. Toko yang sengaja dibuatnya untuk mengajari
anaknya tentang uang. Ada daftar pekerjaan bersih-bersih rumah dan berapa
lembar uang yang bisa didapat dari setiap pekerjaan bersih-bersih itu (upah). Uangnya
ia buat sendiri dari lembaran kertas warna pink yang ditulisi angka 500, 1000,
dan 2000. Ada pula macam-macam jajanan beserta daftar harganya. Brilian!!!
Mengapa brilian?
Sebab, pelajaran tentang uang memang
perlu untuk diberikan pada anak-anak kita sejak dini. Ini penting.
Saya pribadi agak sedih sebetulnya
melihat beberapa teman anak saya yang masih TK bahkan PAUD diberi uang oleh
orang tuanya. Biasanya lembaran 2000 atau 5000. Tapi mereka tidak diberi
penjelasan dulu tentang uang itu. Para orang tua sekedar memberi uang agar
anaknya bisa beli jajan atau mainan SENDIRI!
Mungkin si anak sudah bisa membaca
angka sehingga ia tahu itu uang berapa. Tapi ada juga yang bahkan belum bisa
membaca angka 2 dengan 3 angka nol di belakangnya. Yang penting diberi uang
selembar untuk beli jajan atau mainan, si anak tinggal pilih mana yang dia
suka, lalu berikan selembar uang itu pada penjualnya. Pasrah saja pada si
penjual, kalau uangnya lebih maka si penjual akan memberikan kembalian pada si
anak, kalau pas maka si anak boleh langsung pergi, dan kalau kurang maka si
penjual akan berkata pada si anak “uangnya
kurang, bilang ke ibumu ya...”
Dengan kata lain, si anak yang
diberi uang oleh orang tuanya itu belum mengerti apa arti uang 2000, 5000, dst.
Misal ia beli jajan seharga 1000 dengan selembar uang 2000 apakah uangnya cukup
atau kurang. Syukur-syukur kalau si penjual jujur dan baik hati, tak masalah.
Lha bagaimana kalau penjualnya curang dan memanfaatkan ketidaktahuan si anak?
Harga jajan 1000, uangnya 2000, setelah beli si anak langsung disuruh pulang
tanpa diberi uang kembalian. Mungkin orang tua bisa berkata “Halaaah...cuma kembalian 1000 rupiah aja
kok, ikhlasin aja”. Ya boleh-boleh saja. Tapi ini bukan tentang ikhlasin
aja. Ini tentang mendidik (which is
jauh lebih penting), yakni mengajarkan tentang uang itu sendiri pada anak,
sehingga anak paham betul tentang lembaran uang atau koin recehan yang digenggamnya
sebelum membelanjakannya.
Nah, tentang mendidik ini, setidaknya
ada dua hal yang perlu kita ajarkan pada anak tentang uang, yaitu nilai yang
tertera di uang tersebut dan nilai-nilai yang ada di baliknya.
Pertama, tentang nilai yang tertera pada
uang.
Sebelum kita memberikan uang pada
anak kita untuk membeli sesuatu sendiri, maka ajarkan dulu ia tentang angka. Ia
harus sudah tahu dulu angka 1, 2, 3 dan seterusnya, termasuk ratusan, ribuan, dan
seterusnya pula. Ajarkan padanya, misalnya ia punya uang 2000 lalu ia ingin
memberli permen seharga 500, maka berapa permen yang bisa ia dapat. Yap, persis
seperti pelajaran matematika.
“Waduh,
repot dong kalau harus mengajari mereka tentang itu dulu.” Betul bapak ibu,
jadi orang tua itu memang repot, tapi sejatinya kita sendiri juga lah yang akan
menikmati hasil dari kerepotan mendidik itu kelak (selain anak kita tentunya). Lha kalau mereka sudah keburu minta uang
untuk beli jajan sendiri seperti teman-temannya bagaimana?” Ya kita saja
yang belikan. Mudah kan? Ini supaya anak paham betul akan benda yang ada di
tangannya itu (uang).
Sebagai contoh, ini pengalaman
pribadi dan sungguh-sungguh terjadi. Dulu saat hari pertama saya duduk di kelas
1 SD, ibu saya memberikan saya 2 koin uang 100 rupiah untuk bekal. Lalu saat
jam istirahat, karena haus, saya segera berlari ke kantin hendak membeli
minuman dingin yang dibungkus dalam plastik es. Setibanya di kantin, saya
terbengong-bengong di depan wadah minuman dingin itu. Kebingungan. Mengapa?
Sebab saya melihat angka yang tertera di minuman berbungkus plastik es itu
adalah 75. Sementara angka yang ada di dua uang koin yang saya pegang adalah
100. Gawat, angkanya tidak sama! Berarti saya tidak bisa membelinya. Agak lama
saya berpikir tentang itu sambil mengelap air liur. Dan akhirnya saya tidak
jadi beli, saya tahan rasa haus saya sampai pulang ke rumah, hanya karena
angkanya tidak sama! Padahal sejatinya, saya bahkan bisa dapat 2 bungkus.
Konyol sekali ya hehehe...tapi itulah yang terjadi bila kita menggenggam dan menggunakan
sesuatu yang tidak kita pahami terlebih dahulu. Jangan sampai kejaian konyol
itu terulang pada anak-anak kita.
Kedua, yang tidak kalah pentingnya, ialah
nilai-nilai di balik uang itu.
Nilai-nilai apa maksudnya? Pemahaman tentang
bagaimana cara mendapatkan uang, bagaimana cara membelanjakannya, bagaimana
cara menabungnya, dan tentang bersedekah.
Ide Toko Mama dari tetangga depan
rumah saya itu tepat sekali untuk mengajarkan nilai-nilai itu. Jadi pertama-tama
anak harus do something dulu, harus
ada usaha dulu bahkan harus kerja keras dulu untuk bisa mendapatkan uang.
Seiring berjalannya waktu, kelak anak akan paham bahwa uang itu tidak jatuh
begitu saja dari langit. Dengan demikian ia jadi lebih bisa menghargai uang. Dan
perlu diingat, kita sebagai orang tua tidak hidup selamanya. Kalau anak kita
terbiasa hanya meminta dari kita saja untuk mendapatkan apa yang ia inginkan,
bagaimana bila kelak kita pergi lebih dulu dari dunia ini? Pada siapa mereka
akan meminta? Sementara kita sendiri tidak tahu berapa lama usia kita.
Terkait usaha yang harus dilakukan dulu oleh anak agar ia bisa mendapat uang, mari kita fokus pada niat dan kerja kerasnya. Nah, selain dalam bentuk bersih-bersih rumah yang sesuai dengan kemampuannya, kita juga bisa memintanya membuat suatu karya, lalu minta
ia menjualnya pada kita. Misalnya minta ia membuat gambar yang bagus, lalu
minta ia menjualnya pada kita dan kita membelinya. Dengan demikian ia pun bisa
mendapat uang dari hasil karyanya sendiri.
Atau bisa juga kita memberinya modal
untuk membeli sesuatu untuk ia jual kembali pada orang lain dengan mengambil
untung. Misal kita memberinya uang untuk membeli alat tulis lalu minta ia
menjual kembali alat-alat tulis itu pada teman-temannya dengan harga yang sudah
ditambah dengan keuntungan yang bisa ia dapat.
Atau kalau anak kita punya banyak
buku di rumah bisa juga ajarkan mereka membuka persewaan buku. Jadi
teman-temannya boleh menyewa buku dalam kurun waktu tertentu dan membayar uang
sewanya.
Nah, selain mengajari mereka
bagaimana cara mendapatkan uang, ajarkan pula pada mereka untuk membelanjakan
uangnya. Dari Toko Mama itu anak belajar untuk memilih dan mengambil keputusan
sendiri apa yang ia mau beli. Memilih dan mengambil keputusan ini juga penting.
Karena percaya atau tidak, ada lho yang hingga dewasa selalu bingung memilih kalau
mau beli sesuatu. Salah satu penyebabnya ya karena tidak terbiasa memiilih dan
memutuskan sendiri sesuai kebutuhannya. Kalau sudah memilih lalu yang dibeli
tidak sesuai harapan? Misalnya beli permen tapi ternyata rasanya tidak enak?
Nah ini pelajaran juga bagi anak-anak, pelajaran tentang konsekuensi dari
pilihan/keputusan. Kalau barang yang dibeli sesuai harapan maka bersyukurlah,
tapi kalau tidak alias mengecewakan maka bersabarlah, setidaknya kita jadi tahu
tentang barang yang sudah dibeli itu.
Lha kalau ternyata uang yang didapat
belum cukup untuk membeli barang yang diinginkan, maka inilah saatnya mengajari
anak-anak kita tentang menabung hingga uangnya terkumpul. Anda bisa
memanfaatkan barang bekas untuk dijadikan celengannya sekaligus menghiasnya
bersama agar menarik. Kalau perlu tulis di celengan itu barang apa yang ingin
dibelinya sehingga anak-anak lebih bersemangat menabung.
Yang tidak kalah pentingnya juga adalah
mengajari mereka menabung untuk akhirat alias bersedekah. Ajarkan pada mereka
untuk menyisihkan uang yang mereka dapat untuk membantu orang lain yang
membutuhkan. Tak masalah berapapun jumlahnya, semampu mereka. Itu akan membuat
hati bahagia.
Lalu, umur berapa semua nilai-nilai
itu bisa mulai diajarkan dan diterapkan pada anak-anak? Tergantung dari
kesiapan masing-masing anak untuk bisa diajak berkomunikasi dan dipahamkan
tentang itu. Jelaskan dengan cara sederhana dan menyenangkan, seperti membuat
Toko Mama itu. Dan berikan teladan dimulai dari kita dulu sebagai orang tua.
Jangan lupa untuk memberi apresiasi
atas setiap usaha anak-anak kita dalam mendapatkan uang dengan keringatnya
sendiri, membelanjakannya, menabungnya dengan sabar, dan menyedekahkannya.
Nah mumpung kita semua sedang banyak
di rumah saja akibat pandemi corona, kita bisa mulai mengenalkan pada anak-anak
tentang nilai yang tertera pada uang dan nilai-nilai yang ada di baliknya. Bisa
dengan cara Toko Mama atau dengan cara-cara kreatif lainnya. Selamat mencoba!
-Self Reminder-
#cerita ramadhan dari rumah saja