Kamis, 25 Oktober 2018

NAK, KAMU CANTIK DAN ITU FAKTA!


Seingat saya, dulu ketika masih duduk di bangku sekolah, istilah bullying belum lah se-terkenal sekarang. Malahan rasanya di sekolah tidak ada yang menyebut-nyebut kata bullying. Namun demikian praktek-prakteknya sudah ada, baik dalam bentuk verbal maupun non verbal.

Saat itu, saya yang Allah takdirkan berambut keriting kerap kali menjadi bahan gurauan, lucu-lucuan, bahkan ejekan dari teman-teman sekelas. Mereka sering memanggil saya tidak dengan nama saya, tetapi dengan panggilan kribo atau miting alias mie kriting.

Awalnya saya tak terlalu menanggapi gurauan dan ejekan mereka. Namun karena dilakukan berulang-ulang, dan hampir seisi kelas melakukannya, ternyata gurauan dan ejekan tentang rambut saya itu berpengaruh juga pada diri saya. Mulailah muncul rasa risih, rendah diri, minder, dan merasa tidak cantik.

Hingga puncaknya ketika suatu hari di jam pelajaran akuntansi, ibu guru meminta saya dan teman saya yang laki-laki (dan berambut keriting juga) untuk maju ke depan kelas mengerjakan soal di papan tulis. Sontak hampir seisi kelas menertawakan kami dan berkata “Ada duo kriboooo hahahaha...”. Duuuuuuuuh.....saya maluuuuuuu sekali dan ingin rasanya menangis saat itu juga karena sakit hati dengan ejekan mereka. Tapi saya tahan sekuat tenaga, sebab tak mungkin saya menangis di depan seisi kelas.

Selepas kejadian itu muncullah pertanyaan dalam benak saya “Apa ada yang salah bila rambut saya keriting? Saya kan terima jadi, tidak pernah request pada Allah mau rambut seperti apa”. Dan karena kejadian itu terjadi pada saat saya remaja dan masa-masanya puber, sehingga sudah mulai memikirkan penampilan, maka semakin galau lah hati ini.

Di saat yang bersamaan rupanya sedang booming teknik meluruskan rambut alias rebonding. Lalu terpikirlah dalam benak saya untuk me-rebonding rambut. Tujuannya hanya satu, agar tidak jadi bahan ejekan lagi. Saya pun mencari info harga rebonding di salon dekat rumah.

Sayangnya, hubungan saya dengan orang tua saya tidak dekat dan komunikasi di antara kami juga tidak lancar, sehingga saya cenderung tertutup pada mereka. Karena itulah tak mungkin meminta uang dalam jumlah segitu pada mereka, apalagi dengan alasan untuk rebonding karena dibully teman-teman. Alhasil saya menabung sendiri. Saya rela tidak jajan ketika jam istirahat dan sekuat tenaga menahan air liur melihat teman-teman saya makan nasi goreng, tahu telor, dll dengan lahap selepas pelajaran olah raga agar ada uang yang bisa saya sisihkan untuk rebonding. Setelah beberapa waktu akhirnya terkumpulah uang sejumlah harga rebonding di salon dekat rumah itu.

Namun muncul masalah baru, saya tidak cukup berani untuk datang ke salon itu seorang diri. Apalagi saya belum pernah melihat dan melakukan rebonding sebelumnya. Lalu saya putuskan untuk bercerita pada kakak perempuan saya dengan harapan dia mau menemani saya ke salon. Di sinilah titik balik saya. Semula saya mengira bahwa kakak akan mau menemani saya rebonding di salon, karena menurut saya jarak umur kami tak terlalu jauh dan kami sama-sama perempuan, jadi dia pasti bisa memahami kondisi saya, bisa menerima alasan saya ingin rebonding, dan mau menemani saya ke salon. Ternyata Allah berkehendak lain.

Dengan mantap kakak saya berkata

“Dek, SEMUA PEREMPUAN itu Allah ciptakan CANTIK. Tidak ada satupun ciptaan Allah yang jelek. Kamu dengan rambut keritingmu itu SAMA cantiknya dengan teman-temanmu yang rambutnya lurus. Jadi simpan kembali uangmu. Gunakan untuk kebutuhan yang lain. Tak ada yang perlu diubah dari penampilanmu, sebab kamu sudah cantik!” Lalu ia tersenyum.

Huaaaaaaaaaaaa....pecahlah tangisan saya mendengar perkataan kakak saya itu. “Terima kasih kak....terima kasih....terima kasih....” kata saya berulang kali sambil terisak-isak. Sejak saat itu saya tak pernah ambil pusing lagi setiap kali teman-teman saya mengejek rambut saya. Saya katakan kepada mereka dengan nada melawan dan tangan di pinggang “Emang kenapa kalau gue keriting? Masalah buat lo?!!!”

Kejadian itu begitu melekat kuat dalam ingatan saya meski sudah belasan tahun berlalu. Dan sangat menjadi perhatian saya saat kini saya sudah menjadi orang tua. Mengapa?

Sebab ayah bunda sekalian, sadarkah kita bahwa media massa, media sosial dan lingkungan sekitar membentuk deskripsi perempuan cantik yang identik dengan kulit putih, rambut panjang hitam lurus, dan tubuh tinggi kurus dengan kaki jenjang. Betapa banyak iklan produk-produk kecantikan yang menjanjikan kulit menjadi putih cemerlang dalam kurun waktu singkat kepada konsumennya. Betapa tidak sedikit iklan shampo yang menggambarkan rambut indah itu adalah rambut yang panjang, hitam, dan lurus. Dan itu semua dengan model-model iklannya yang bertubuh tinggi kurus.

Gempuran deskripsi ini sungguh sangat dahsyat. Hingga tak sedikit perempuan yang kemudian merasa minder dan tidak percaya diri dengan fisiknya yang tidak sesuai dengan deskripsi cantik itu. Kemudian mereka melakukan treatment-treatment kecantikan dari yang harganya murah meriah hingga yang mahal agar bisa sesuai.

Dan itu pun bisa juga terjadi pada anak-anak perempuan kita! Apalagi bila mereka sudah remaja, sudah memasuki masa puber, sudah mulai memperhatikan penampilannya, dan sudah mulai tertarik pada lawan jenisnya. Sangat mungkin mereka menjadi minder, tidak percaya diri dengan keadaan fisik mereka, dan merasa tidak cantik. Ditambah lagi bila fisik mereka itu menjadi bahan ejekan atau bullying orang lain, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Sama seperti yang pernah saya alami dulu.

Sayangnya, saat itu orang tua saya tidak tahu menahu tentang kejadian itu dan tidak hadir ketika saya mengalami pergolakan batin itu. Syukurlah kakak saya menggantikannya sehingga saya tidak sampai melakukan hal-hal keliru yang sesungguhnya tidak perlu dan menjadi punya keberanian menghadapi bullying dari teman-teman karena fisik saya.

Namun demikian bagi saya sungguh amat sangat penting sekali bahkan wajib bagi orang tua (ayah dan bunda) untuk tidak abai terhadap hal ini dan hadir bagi anak-anak ketika mereka merasa minder dengan penampilan bahkan dibully oleh orang lain.

Mengapa?

Alasan pertama dan yang paling utama ya karena kita ini orang tuanya. Kita lah yang diberi tanggung jawab penuh oleh Allah untuk mengasuh dan mendidik mereka dalam segala hal. Termasuk membangkitkan rasa syukur dan percaya diri dengan apapun kondisi fisik mereka.

Kita lah yang sesungguhnya berkewajiban meyakinkan mereka bahwa Allah itu Maha Hebat dan Maha Kreativ dalam menciptakan segala sesuatu, sehingga Allah menciptakan perempuan itu dengan fisik yang beraneka ragam. Ada yang kulitnya putih, kuning langsat, sawo matang, coklat gelap, dll. Ada yang berambut lurus, keriting, bergelombang, dll. Ada yang matanya besar, ada yang sipit, dll. Ada yang tubuhnya tinggi dan ada pula yang tidak. Ada yang kurus dan ada yang tidak. Dan masih banyaaaak lagi keanekaragamannya. Tapi semuanya itu punya satu kesamaan, yaitu SAMA-SAMA CANTIK! Sebab semuanya buatan Allah. Bahkan Allah sendiri yang mengatakan dalam salah satu ayatNya bahwa Dia menciptakan manusia itu dengan sebaik-baik bentuk.

Tentu sebelum menjelaskan semua itu, terlebih dulu kita harus menjadi teman ngobrol yang nyaman dan aman bagi mereka. Nyaman karena kita bersedia mendengarkan dengan penuh perhatian dan menghargai apapun curahan hati mereka. Aman karena kita tidak akan menceritakannya pada orang lain yang bisa membuat mereka malu.

Alasan kedua ialah agar mereka tidak salah langkah dalam menghadapi situasi tersebut. Apalagi mereka masih remaja. Dengan kondisi kejiawaan yang belum matang dan stabil, serta besarnya pengaruh teman sebaya dan lingkungan, sangat mungkin mereka melakukan hal-hal yang malah merugikan bahkan membahayakan diri mereka sendiri. 

Di sinilah orang tua harus berperan membimbing mereka tentang apa-apa yang harus mereka lakukan untuk mengatasinya. Ajaklah mereka menggali potensi diri, menemukan passion, dan menekuninya dengan sungguh-sungguh. Sehingga tidak ada waktu untuk memikirkan hal-hal yang tidak berguna seperti bully-an orang lain dan mereka justru bisa menunjukkan kemampuan yang mereka miliki dengan penuh percaya diri, bangga dengan diri mereka, bersyukur atasnya, dan bersinar terang dengan apapun kondisi fisik mereka.

Jadi ayah bunda, bila anak-anak perempuan kita merasa tidak cantik dengan kondisi fisiknya apalagi sampai dibully orang lain, maka peluk erat mereka dengan segenap jiwa raga, lalu tatap mata mereka lekat-lekat, dan katakan padanya dengan mantap “Nak, kamu cantik dan itu fakta!”

Semoga bermanfaat.

Minggu, 14 Oktober 2018

AYAH BUNDA HARUS BELAJAR MENERIMA



Sometimes, life doesn’t go the way we plan.
Ada kalanya yang terjadi dalam hidup tidaklah sesuai dengan yang kita inginkan dan kita rencanakan. Dalam hal apapun, mulai dari rumah tangga, mengasuh anak, pekerjaan, pertemanan, percintaan, dll.

Misalnya, kita ingin punya pasangan yang setia hingga akhir usia, ternyata di tengah perjalanan rumah tangga, ia mengingkari janjinya dan melalaikan tanggung jawabnya.

Atau, setelah menikah dan menunggu bertahun-tahun untuk punya momongan, ternyata Allah ambil kembali buah hati kita sebelum ia sempat lahir ke dunia.

Atau suatu hari bagai tersambar petir di siang bolong, kita mendapati bahwa anak kita terlanjur kecanduan gadget, kecanduan game, bahkan pornografi, sebab selama ini kita merasa sibuk dengan pekerjaan sehingga tak ada waktu yang kita berikan untuk benar-benar mengasuh dan menemani mereka.

Atau kita ingin memberi nafkah bagi keluarga sekaligus menjadi usahawan yang berjaya, sudah membuat proposal, sudah memeras otak menggali ide-ide kreativ, sudah mengeluarkan biaya dan tenaga, ternyata hasilnya jauh dari harapan, ditipu partner sendiri pula.

Alhasil kita merasa sedih, kecewa, sakit hati, gagal, dan menyesal.
Lalu, nasehat apa biasanya yang kita dapat ketika mengalami kondisi seperti itu?

Ya, MOVE ON!

Alias bangkit dari kesedihan, kegagalan, penyesalan yang berkepanjangan plus rasa sakit dan kepedihan yang menyertainya, lalu melanjutkan kembali perjalanan hidup, sebab the show must go on!

Memang betul, kita harus move on, dan harus segera, agar waktu yang kita miliki tak terkuras di peristiwa itu saja. Tapi taukah ayah bunda, bahwa sesungguhnya ada satu tahapan lagi yang harus kita penuhi terlebih dahulu sebelum bangkit atau move on. Satu tahapan yang justru sangat sangat penting namun seringkali terlupakan dan terlewatkan sebab kita buru-buru ingin atau harus move on.

Apa itu???

Tahap MENERIMA kejadian itu.

Ya, menerimanya dengan hati yang lapang, lapaaaaaaang sekali, selapang samudera tak bertepi. Penerimaan tanpa kata “tapi....”. Atau dalam bahasa agamanya disebut dengan IKHLAS.

Mungkin tidak mudah awalnya, sebab biasanya kejadian-kejadian yang tak sesuai harapan ini membawa dampak kesedihan, kekecewan, penyesalan, mungkin juga kepedihan di hati. Akan tetapi, semoga beberapa hal ini bisa membantu kita menerimanya dengan lapang dada.

Pertama, kita harus yakin dulu, haqqul yakin, dengan sepenuh hati dan segenap jiwa raga bahwa tidak ada satu kejadian pun yang terjadi kecuali sudah dengan IZIN ALLAH. Bahkan sehelai daun yang jatuh dari pohonnya adalah karena Allah mengizinkan. Tak ada yang namanya kebetulan apalagi kecolongan bagi Allah. Jadi kejadian apapun yang menimpa kita semua (termasuk yang tak sesuai dengan harapan kita itu) juga terjadi lantaran Allah mengizinkannya terjadi. Oke?

Nah bila kita sudah meyakini bahwa Allah mengizinkan kejadian itu terjadi pada diri kita, maka tahap yang kedua ialah meyakini dengan sepenuh hati dan segenap jiwa raga pula bahwa Allah tidak pernah, sekali lagi, ALLAH TIDAK PERNAH MENYAKITI hamba-hambaNya. Allah tidak pernah berniat jahat terhadap hamba-hambaNya. Allah itu yang paling sayang dan yang paling cinta pada kita. Tak ada satupun yang mampu menyamai apalagi menandingi besarnya cinta dan kasih sayang Allah pada kita. Jadi, semua yang terjadi (termasuk yang tidak sesuai harapan kita itu) sesungguhnya adalah bentuk kasih sayang Allah pada kita.

Lho? Kalau Allah memang sayang, kok kita diberi sakit, sedih, gagal, dan kawan-kawannya?

Nah, inilah step yang ketiga. Di sinilah saatnya kita menggunakan anugerah Allah yang hanya diberikan Nya kepada manusia, yakni akal. Bukankah dalam Al Quran berkali-kali Allah memerintahkan kita untuk menggunakan akal pikiran? Jadi sekarang saatnya kita berpikir untuk menemukan jawaban dari pertanyaan MENGAPA Allah mengizinkan kejadian itu terjadi. Mari kita gunakan akal kita untuk flasback ke belakang, untuk bermuhasabah, untuk evaluasi diri, adakah sesuatu yang pernah kita perbuat di masa lalu sehingga Allah mengizinkan kejadian itu terjadi? Atau pelajaran apa yang sesungguhnya ingin Allah berikan pada kita?

Dalam sebuah forum pengajian, seorang ustadz pernah bercerita. Suatu kali ia sedang berkunjung ke pondok pesantren yang sedang dibangunnya untuk mengecek sampai di mana proses pembangunannya. Ketika naik ke lantai tiga, iseng-iseng sang ustadz menjatuhkan selembar uang seratus ribu rupiah. Ternyata tanpa melihat ke atas, tukang yang sedang berada di lantai bawah langsung memungut uang itu. Lalu ia jatuhkan lagi selembar uang seratus ribu dan tukang itu pun langsung mengambilnya. Begitu ia jatuhkan sebuah bata, tukang itu tadi terkejut dan langsung mendongak ke atas.

Ayah bunda sekalian, bisa jadi seperti itulah kita. Ketika Allah berikan peristiwa yang membuat kita sedih, sakit, kecewa, merasa gagal, dll barulah kita “mendongak ke atas”, barulah kita kembali padaNya. Sehingga boleh jadi melalui peristiwa itu, Allah sesungguhnya ingin berjumpa dengan kita di sujud-sujud yang panjang, di sunyinya sepertiga malam, di kesungguhan taubat dan khusyuk nya doa-doa kita.

Nah, bila kita sudah menerima dengan lapang dada, sudah yakin 100% bahwa kejadian itu atas izin Allah dan karena besarnya sayang Allah pada kita, dan sudah kita temukan jawaban penyebabnya, barulah kita MOVE ON. Saatnya kita berdiri, bergerak, dan melangkah lagi, dengan sebuah harapan besar agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi, dalam hal rumah tangga, dalam hal menjadi orang tua, dalam hal pekerjaan, dll.

Terakhir, mungkin muncul pertanyaan, mengapa tahap MENERIMA ini sangat penting?

Sebab, setiap kejadian (termasuk yang tidak sesuai harapan itu) beserta perasaan-perasaan yang ditimbulkannya erat hubungannya dengan HATI. Sementara hati kita ini diciptakan tidak selalu stabil, mudah terbolak-balik, kadang bisa semangat, tapi ada kalanya pula down, kadang bisa bangkit, tapi kalau teringat kembali akan kejadian itu kita merasa sedih lagi.

Nah, agar kita benar-benar bisa MOVE, benar-benar bisa ON lagi, dan agar kita bisa berdiri tegak lagi melanjutkan perjalanan hidup ini, maka tidak ada jalan lain selain MENERIMAnya terlebih dahulu dengan ikhlas yang totalitas. Sehingga kita bisa mulai melangkah lagi dengan langkah pertama, kedua, ketiga dan seterusnya, dengan menjadikan yang terjadi itu sebagai spion yang cukup sesekali dilihat dengan senyum keikhlasan karena kita akan maju terus ke depan.

Jadi ayah bunda....
Selamat menerima,
Selamat MOVE ON!