Sabtu, 27 Juli 2019

AGAR KAKAK DAN ADIK TAK SEPERTI TOM AND JERRY

Catatan Pulang Kampung (Capung)
#Part 2


Salah satu target saya pulang ke kampung halaman saat liburan sekolah kemarin ialah saya harus sudah lancar berenang.

Apa???!!! Lancar berenang???

Iyesss saudara-saudara. Meski saya sudah berstatus emak berusia kepala tiga, jujur saya belum bisa berenang. Seingat saya dulu ketika masih kecil, orang tua saya hanya sesekali saja mengajak saya berenang. Kalaupun pas berenang ya berenangnya pakai pelampung ban warna hitam besar itu. Alhasil sampai dewasa saya belum bisa berenang. Padahal olah raga air yang satu ini sungguh banyak sekali manfaatnya. Bahkan Baginda Rasulullah sendiri sampai berpesan pada umatnya untuk bisa berenang.

Awalnya saya dan kakak perempuan saya sama-sama tidak bisa berenang. Namun beberapa waktu yang lalu kakak perempuan saya memutuskan untuk ikut les berenang dan sekarang ia sudah menguasai beberapa gaya. Jadi saya pun minta diajari. Dan kesempatan bertemu saat liburan di kampung halaman kemarin tidak boleh saya sia-siakan, sebab kami berdua tinggal di kota dan propinsi yang berbeda sehingga tak bisa sering berjumpa.

Dan Alhamdulilaaaah target saya tercapai...yeaaayyyy...terima kasih kakaaaaak!

Sebetulnya di daerah tempat saya tinggal juga banyak kursus berenang untuk segala usia termasuk bagi yang sudah berstatus emak-emak. Tapi saya tetap memilih diajari oleh kakak perempuan saya. Selain karena gratis (hehehehe...) juga karena kakak sangat sabar mengajari dan bagi saya kakak adalah salah satu guru terbaik dalam hidup saya.

Kakak adalah guru yang selama ini telah mengajarkan banyak hal, tidak hanya berenang, tapi juga pelajaran-pelajaran hidup lainnya. Misalnya tentang bagaimana menjadi murid sekolah yang rajin dan selalu rapi. Saya masih ingat betul, dari kakak lah saya dulu belajar menyampul buku dengan cantik dari kalender lawas, belajar menata buku pelajaran dengan rapi di rak bekas parcel lebaran, belajar menghitamkan lingkaran di lembar jawaban ujian nasional dengan penuh tanpa keluar garis, dll. Ketika saya beranjak remaja dan mulai jatuh cinta, kakak juga lah yang memahamkan pada saya bahwa Alloh mengharamkan pacaran sebelum menikah sebab Alloh sangat sayang pada saya dan ingin melindungi saya dari zina. Kakak pun sangat mendukung ketika saya memutuskan untuk berjilbab saat kuliah. Kakak juga memberikan wejangan-wejangannya saat saya akan memulai babak baru kehidupan yang penuh lika-liku bernama rumah tangga. Dari kakak pula saya belajar bahwa jadi ibu itu harus kuat dan tidak ada kekuatan selain dari Alloh. Itu sungguh membantu saya melalui masa-masa depresi pasca melahirkan. Dan melalui kakak juga lah Alloh memberikan hidayah dan pertolongan saat rumah tangga saya dihantam badai.

Alhamdulillah....syukur yang tak terkira pada Alloh dan terima kasih yang tak terhingga untuk kakak...

Ayah bunda yang baik, setiap orang tua pasti ingin anak-anaknya bisa hidup rukun, saling menyayangi dan menolong satu sama lain. Namun tentu saja anak-anak seperti ini tidaklah jatuh begitu saja dari langit. Kita harus berikhtiar untuk menumbuhkan persaudaraan dan kasih sayang di antara mereka sedini mungkin. Sebab bila tidak, sangat mungkin mereka bisa menjadi layaknya Tom and Jerry yang selalu saja saling mengusili, saling membalas, dan saling menyakiti setiap hari. Bahkan bila analogi Tom and Jerry ini tak diselesaikan dan dibiarkan saja, bukan tidak mungkin ia akan menjadi bola salju yang terus menggelinding dan membesar seiring berjalannya waktu serta bisa menimbulkan permasalahan di masa yang akan datang, seperti perebutan warisan di antara anak-anak, dsb. Na’uudzubillahimindzalik....

Nah beberapa bentuk ikhtiar yang bisa ayah bunda lakukan antara lain :

Pertama, ketika adik masih ada di dalam perut bunda, sampaikan pada kakak bahwa nanti kakak akan punya adik bayi. Adik bayi yang lahir nanti masih sangat lemah dan belum bisa apa-apa sendiri, sehingga perlu banyak dibantu oleh ayah, bunda dan juga kakak. Adik pun belum bisa bicara, bisanya hanya menangis, sehingga kalau mau ngomong apa-apa maka adik akan menangis. Dan walaupun nanti adik lahir, cinta ayah dan bunda pada kakak tidak akan berkurang. Sampaikan hal-hal tersebut secara terus menerus dan berulang-ulang.

Kedua, setelah adik lahir berikan kesempatan pada kakak untuk mengekspresikan kasih sayangnya pada adik, biarkan kakak menyentuh adik, memegang tangan dan kakinya, mencium pipinya atau mengusap-usap kepalanya. Tidak sedikit orang tua yang buru-buru melarang kakak ketika kakak mendekati adik bayinya karena kuatir kakak akan malah menyakiti adik, padahal sebenarnya kakak berniat baik. Beri dia kesempatan, sambil dipantau dan diingatkan bahwa adik masih kecil dan lemah, sehingga kakak harus hati-hati dan pelan-pelan menyentuh adik. Libatkan juga kakak dalam merawat adik, seperti ketika memandikan, mengganti popok, dll. Dengan demikian ikatan dan kedekatan antara kakak dan adik bisa terbangun.

Ayah dan bunda juga harus bekerja sama agar meski ada adik bayi, namun ayah maupun bunda masih tetap punya waktu untuk kakak. Misalnya ayah mengajak kakak jalan-jalan atau makan atau main berdua saja sambil ngobrol. Atau ayah menjaga adik bayi sementara bunda membacakan cerita untuk kakak sebelum ia tidur. Atau berikan apresiasi pada kakak ketika membantu merawat adik melalui ucapan terima kasih maupun kado. Sehingga pernyataan bahwa meskipun ada adik namun cinta ayah bunda pada kakak tidak akan berkurang bukanlah sekedar retorika belaka.

Ketiga, seiring berjalannya waktu, munculnya konflik antara kakak dan adik adalah sebuah keniscayaan. Nah kerap kali para orang tua menyuruh kakak untuk mengalah ketika sedang berkonflik dengan adiknya. Bahkan terkadang menyalahkan kakak dan membela adik karena menganggap bahwa kakak lebih tua dan adik lebih kecil padahal belum tentu kakak yang bersalah. Maka ketika terjadi konflik, biasakan untuk bertanya pada keduanya tentang duduk perkaranya, mengapa mereka bertengkar atau mengapa adik menangis. Sehingga orang tua bisa tahu dengan jelas penyebabnya dan siapa yang bersalah. Ajarkan pada yang bersalah untuk minta maaf dan ajarkan pula pada yang tidak bersalah untuk memaafkan, sekalipun penyebabnya adalah hal sepele. Hal ini bertujuan agar tidak muncul benih-benih kebencian dan dendam dalam diri kakak maupun adik.

Ajarkan pula tentang hak milik dan menghormatinya. Jadi barang kakak adalah milik kakak dan barang adik adalah milik adik. Jika kakak ingin mengunakan barang milik adik maka kakak harus minta izin terlebih dahulu pada adik. Bila sudah diizinkan barulah boleh menggunakan. Hal yang sama berlaku pula bila adik ingin menggunakan barang milik kakak. Jika tidak diizinkan oleh pemiliknya maka baik kakak maupun adik tidak boleh memaksa.

Keempat dan yang PALING penting untuk dilakukan oleh ayah dan bunda adalah BERDOA.
Ya, BERDOA.
Memohon pada Sang Penggenggam hati, jiwa dan raga anak-anak kita agar kakak dan adik bisa saling menolong dalam kebaikan, saling menasihati supaya mentaaati kebenaran, dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran dengan penuh kasih sayang.
Aamiin Ya Robbal alamin....

Semoga bermanfaat.

PS :
Tulisan ini saya dedikasikan untuk dua orang kakak dan seorang adik yang Alloh titipkan pada saya. Terima kasih banyak untuk persaudaraan yang selalu hangat meski kini kita terpisah jarak dan berlainan tempat.

Foto keluarga saat kami berempat belum ada yang berkeluarga

Selasa, 16 Juli 2019

KARENA BUNDA INGIN JADI SAHABATMU


Catatan Pulang Kampung (Capung) 

#Part 1


Sejak dulu saya dan ibu hampir tak pernah ngobrol. Yang ada adalah pembicaraan satu arah, dan mayoritas lebih kepada perintah untuk beres-beres rumah. Meski secara fisik ada, namun ibu tak banyak hadir dalam peristiwa-peristiwa di hidup saya. Saya paham, sebab mengurus empat anak bukanlah hal yang mudah. Apalagi saat itu sarana untuk belajar menjadi orang tua tidaklah sebanyak dan semudah seperti saat ini. Namun barangkali penyebab yang paling mendasar ialah karena ibu memendam kekecewaan yang amat sangat besar pada bapak sebab bapak meminta ibu tinggal di rumah untuk mengurus anak-anak dan melarangnya berkarir di luar, sementara ibu adalah seorang sarjana. Kekecewaan itulah yang sering kali ditumpahkan pada saya dan ketiga saudara saya yang lain. Karena itulah hubungan saya dengan ibu tidak romantis.

Sejak tangisan iin (anak semata wayang saya) pecah ke dunia ini, saya bertekad tidak ingin iin merasakan kesedihan, kesepian dan kehampaan akan sosok ibu seperti yang saya rasakan. Saya tak ingin hatinya terluka karena tumpahan emosi negativ dan kekecewaan saya pada apapun. Saya tidak ingin ia merasa diabaikan dan tidak diterima kehadirannya di dunia ini. Saya ingin dekat lahir batin dengannya. Saya ingin hubungan kami romantis. Saya ingin jadi sahabatnya.

Ternyata tidak mudah...sungguh-sungguh tidak mudah mewujudkannya. Saya masih sering menumpahkan emosi negativ saya padanya meski sebetulnya bukan karena kesalahannya. Saya masih sering takluk pada lelahnya mengerjakan pekerjaan rumah sehari-hari, sehingga saya pun jarang ngobrol dengannya. Lebih banyak pembicaraan satu arah dan saya jarang bertanya padanya. Saya masih sering menganggap sambil lalu apa-apa yang ia ceritakan. Hingga suatu hari ia berkata

“Aku mau ganti bunda aja..”

Deg! Saya langsung menghentikan aktvitas saya saat itu.

“Kenapa kamu mau ganti bunda?”

“Karena bunda suka marah-marah...” jawabnya.

Saya tarik nafas dalam-dalam...dalaaaaaaam sekali.....

“Oh...kamu bisa kok ganti bunda, nanti kalau bunda sudah meninggal ya...”

“Tapi aku nggak mau bunda meninggal, nanti aku kesepian...” ucapnya dengan wajah mau menangis...

“Hehehe...oke sayang...” dalam hati saya juga mau meweeek....

Ya Alloh...mohon ampunan...mohon ampunan....

Percakapan itu membuat saya sadar...saya ini hampir 24 jam bersamanya, kami tinggal di rumah yang sama, tapi barangkali kami tidak dekat dan hubungan kami juga tidak romantis....

Alhamdulillah bertepatan dengan libur sekolah kemarin Alloh takdirkan saya dan iin bisa pergi ke Malang berdua. Sebetulnya ini agak modal nekat, sebab biasanya kami pergi bertiga dengan ayahnya. Dan kalau pergi jauh macam pulang kampung ke Malang, biasanya ayahnya iin lah yang mengurus tiket pulang pergi, bawa-bawa koper atau apapun yang berat-berat, dan memimpin perjalanan kami. Tapi ini berdua saja. Sehingga tugas saya lebih berat dari biasanya. Tangan kanan menggandeng iin, tangan kiri menggandeng koper besar, dan punggung menggendong ransel besar berisi oleh-oleh dan perbekalan kami. Lebih berat dan lebih repot. Tapi dalam hati saya sudah bertekad untuk menikmati perjalanan berdua ini dan menjadikannya momen untuk memperbaiki dan mendekatkan hubungan kami. Jadi, Bismillah!

Qodarullah, perjalanan kami diawali oleh sebuah kejadian yang berhasil membuat kami tertawa. Jadi ceritanya, seharusnya kami di eksekutif satu. Tapi karena saya salah memperkirakan urutan gerbong dan karena panik hanya pergi berdua sambil membawa banyak barang, kami malah mengantri masuk ke ekonomi satu. Ketika sudah hampir masuk pintu, barulah saya sadar kalau kami salah gerbong. Padahal eksekutif satu letaknya jauh di dekat lokomotif.

“Astaghfirullaaah...kita salah gerbong, nak!!!”

Alhasil saya suruh iin berlari ke arah eksekutif satu, sementara saya juga berlari di belakangnya sambil menarik koper besar.

“Lari terus yaaa...sampai bunda bilang stop!”

“Di gerbong sini ya, bun?”

“Bukan! Masih depan lagi....”

Kami memang harus cepat, sebab kereta sudah akan berangkat. Alhamdulillaaah akhirnya kami sampai juga di gerbong eksekutiv satu. Sambil duduk di bangku nomer 1A 1B dan dengan nafas tersengal-sengal kami tertawa.

“Bunda siih...salah gerbong...”

“Hahaha..iya iya...maaf yaa...berdoa dulu yuk”

Bismillah kereta kami melaju menuju kampung halaman saya.

Delapan jam perjalanan memang waktu yang cukup lama. Saat iin sudah mulai bosan melihat pemandangan di jendela dan sudah kenyang makan bekal, akhirnya saya keluarkan senjata pamungkas, yaitu Youtube hehehe...

“Mau nonton apa, bun?” tanya iin

Tiba-tiba terbersit ide.
“Nonton lagunya doraemon yang himawari yuk...yang dulu iin pernah nonton itu..”

“Oh...oke.”

Saya dan iin memang sama-sama suka menonton film doraemon dan sama-sama suka sekali lagu Himawari no Yakusoku. Iin bahkan sampai meneteskan air mata karena terharu saat pertama kali menonton lagu penutup film Stand By Me Doraemon itu. Siapapun yang pernah menonton Doraemon atau membaca komiknya pasti tahu bahwa Nobita dan Doraemon adalah sahabat yang sangat dekat. Bahkan saking dekatnya, seringkali Nobita justru bercerita dan meminta bantuan bukan pada ayah ibunya, tetapi pada Doraemon. Namun tidak jarang pula mereka bertengkar, apalagi saat Nobita menyalahgunakan alat yang dipinjami Doraemon. Meski demikian mereka berdua tetap saling menyayangi bahkan sulit sekali bagi mereka untuk berpisah ketika tugas Doraemon untuk mendampingi Nobita telah usai dan ia harus kembali ke masa depan seperti yang dikisahkan di film Stand By Me Doraemon.

Sambil menonton video clip nya di Youtube, saya jadi terpikir. Bersahabat bukan berarti tak ada konflik. Bersahabat bukan berarti tak pernah bertengkar. Bersahabat bukan berarti tak pernah marah. Dan bersahabat bukan berarti tanpa masalah. Sebab konflik, pertengkaran dan masalah adalah sunatullah yang pasti ada selama kita bernyawa dan hidup bersama orang lain. Yang terpenting adalah tindak lanjutnya untuk segera bertaubat, meminta maaf, dan memperbaikinya. Sehingga konflik, pertengkaran, dan masalah bisa membuat persahabatan menjadi lebih erat.

Sambil memandang iin yang tertidur pulas di kursinya setelah menonton lagu dari film favorit kami itu, dalam hati saya berkata “Izinkan bunda memperbaikinya ya nak, karena bunda ingin jadi sahabatmu...”.

PS:
Inilah sepenggal cerita dari pengalaman pulang kampung saya ketika liburan sekolah kemarin. InsyaaAlloh akan ada cerita selanjutnya.
Bagaimana dengan Anda, apakah juga ingin menjadi sahabatnya putra putri Anda?