Kamis, 09 Januari 2020

MEMBAGI KENANGAN KEPADA ANAK


Kata guru saya, oleh-olehnya penulis adalah tulisan. Maka sebagai seorang penulis, inilah oleh-oleh pulang kampung saya saat liburan sekolah kemarin. Khusus untuk ayah bunda semua. Semoga ada manfaatnya.

Untuk kedua kalinya, saya pulang ke kampung halaman saya di Malang hanya berdua saja dengan iin, anak semata wayang kami. Sayang ayahnya tak bisa ikut sebab tak bisa ambil cuti. Tapi tak apa. Perjalanan ini tetap saya nikmati.


Sejak awal saya bertekad bahwa dari perjalanan ini harus ada yang bisa saya berikan pada iin. Dan saya putuskan untuk memberikan kenangan padanya, kenangan saat saya masih kecil, tak jauh dari usianya sekarang.

Pagi itu langit Malang sedang cerah. Saya ajak iin berkeliling rumah orang tua saya, karena di sanalah saya lahir dan tumbuh. Saya ajak ia bersepeda ke TK dan SD tempat saya bersekolah dulu. Tentu saja TK dan SD nya tutup karena sedang libur. Jadi kami hanya berdiri dan melihat-lihat dari gerbang.

Dulu bunda TK di sini nak. Betul-betul masih sama seperti dulu, mainan-mainannya juga masih sama. Itu ruang gurunya. Itu kelasnya, cuma ada dua, satu untuk TK A dan satu lagi untuk TK B. Nah, kalau yang di sana itu tempat cuci tangan dan kamar mandi. Sebelum bunda dan teman-teman makan bekal, selalu cuci tangan sama-sama di situ.” ucap saya sambil menunjuk-nunjuk.

Wowww...bagus sekali TK nya bunda!” ucapnya, terpesona oleh mainan-mainan, lukisan-lukisan di dinding, dan hiasan-hiasan gantungnya, padahal TK nya sederhana dan kecil.


Setelah itu kami bergeser ke bangunan tepat di samping TK. Ada yang berubah, namun tak banyak.

Nah, kalau yang ini SD tempat bunda sekolah dulu. Dulu di sini ada tiga SD, sekarang dijadikan satu. Tapi kelas bunda nggak kelihatan dari sini. Itu lapangannya, tempat bunda upacara, olah raga, senam pagi, dan main pas jam istirahat. Main macem-macem, bentengan, gobaksodor, lari-lari, engklek, dan banyaaaak lagi.”


Saya jadi sangat bersyukur. Betapa riang gembiranya saya saat sekolah di situ dulu. Apalagi belum ada internet dan gawai seperti sekarang. Benar-benar menyenangkan. 

Belum puas sebetulnya mengenang masa TK dan SD saya, namun sinar matahari semakin silau. Saya ajak iin kembali ke rumah kakek neneknya sambil menyusuri jalan-jalan di dekat sekolah. Jalan-jalan yang saya lalui setiap berangkat dan pulang sekolah dulu. Saya tunjukkan padanya rumah beberapa teman TK dan SD saya. Sebagian tampak tak berpenghuni dan sebagian lagi sepertinya dihuni orang lain. Saya berhenti di depan sebuah rumah.

Ini rumah teman bunda waktu kelas enam SD. Namanya Devi. Murid pindahan, kalau nggak salah dari luar jawa. Teman bunda ini lah yang ngajarin bunda naik sepeda sampai benar-benar bisa. Tapi bunda nggak tau sekarang di mana tante Devi. Rumahnya kosong.”

Kok bunda baru belajar sepeda waktu SD?” tanya iin.

Hahahaha...iya...telat ya...habis nggak ada yang ngajarin bunda dan bunda juga nggak punya sepeda. Jadi belajarnya pakai sepedanya tante Devi itu. Nah kalau yang di sebelahnya itu rumah teman SD bunda juga. Namanya Alida. Bunda pernah main di situ sampai maghrib, terus dicariin sama nenek. Pulangnya dimarahin deh...

Sepeda kami melaju lagi. Sebelum masuk ke gang rumah orang tua saya, sepeda saya belokkan ke gang sebelahnya. Dari ujung gang tampak berdiri kokoh sebuah masjid dengan tamannya yang cantik.


Nah, ini masjid tempat bunda TPA dulu nak. Di sini dulu bunda diajari baca iqro sampai lancar baca Al Quran. Diajari nulis huruf hijaiyah juga, pakai buku kotak yang kotaknya besar-besar. Ustadz dan ustadzahnya super sabar. Mereka juga jago berkisah. Dulu setiap hari selasa bunda dan teman-teman selalu diceritain kisah nabi-nabi dan para sahabat. Dan setiap pulang dari TPA, bunda dan teman-teman selalu dikasih jajaaaaan

Wuiiii...enak banget...

Enak dong wehehehe....Dah yuk kita pulang ke rumah kakek nenek. Bunda sudah laperrrrrr....

Sungguh sebuah jalan-jalan pagi yang mendamaikan hati. Menapaki kembali masa lalu, meresapinya, mensyukurinya, dan membaginya pada anak saya. Apakah kelak iin akan mengingat pengalaman ini? Entahlah...semoga. Yang jelas saya sudah berbagi dan membangun kebiasaan yang kini mulai hilang antara orang tua dengan anak-anaknya, yakni BERKISAH.

Barangkali sehari-hari kita sebagai orang tua sudah disibukkan dengan rutinitas dan tugas-tugas. Pergi pagi pulang malam hari. Pagi serba tergesa-gesa, malam tubuh dan pikiran sudah lelah lalu menuntut haknya. Pekerjaan rumah pun serasa tak ada habis-habisnya. Sehingga percakapan yang ada antara kita dan anak kita didominasi perintah singkat satu arah.

Buruan bangun! Nanti terlambat

Cepat habisin sarapannya!”

Makan siang, sholat, terus tidur. Nanti sore les

Jangan nonton TV terus. Belajar sana. Kerjakan PR!

“Sana main! Ayah/bunda capek! Jangan diganggu!

Atau kalimat-kalimat panjang tak bertepi “Tuh kaaaan...ayah/bunda bilang apa...makanya lain kali kalau dikasih tau itu didengerin bla bla bla bla....

Kalimat-kalimat yang seiring berjalannya waktu justru menjauhkan kita dengan anak-anak. Mungkin secara fisik kita dekat, karena serumah. Namun hati kita dan hatinya berangsur menjauh. Hingga suatu hari kita tak lagi mengenal mereka. Mereka lebih suka berbicara dengan teman-temannya.

Na’udzubillahimindzalik...

Jadi ayah bunda yang baik, mari kita mulai perbaiki kalimat-kalimat kita pada anak-anak. Mari kita mulai memberikan kalimat-kalimat yang mendamaikan qolbu mereka, yang menyejukkan jiwa mereka, dan yang membekas positiv dalam hidup mereka. Seperti membagi kisah-kisah hidup kita pada mereka. Bismillaah....selamat berkisah ayah bunda dan selamat membagi kenangan-kenangan anda.