Sometimes,
life doesn’t go the way we plan.
Ada kalanya yang terjadi dalam hidup
tidaklah sesuai dengan yang kita inginkan dan kita rencanakan. Dalam hal
apapun, mulai dari rumah tangga, mengasuh anak, pekerjaan, pertemanan, percintaan,
dll.
Misalnya, kita ingin punya pasangan
yang setia hingga akhir usia, ternyata di tengah perjalanan rumah tangga, ia
mengingkari janjinya dan melalaikan tanggung jawabnya.
Atau, setelah menikah dan menunggu
bertahun-tahun untuk punya momongan, ternyata Allah ambil kembali buah hati kita sebelum
ia sempat lahir ke dunia.
Atau suatu hari bagai tersambar
petir di siang bolong, kita mendapati bahwa anak kita terlanjur kecanduan gadget,
kecanduan game, bahkan pornografi, sebab selama ini kita merasa sibuk dengan
pekerjaan sehingga tak ada waktu yang kita berikan untuk benar-benar mengasuh
dan menemani mereka.
Atau kita ingin memberi nafkah bagi
keluarga sekaligus menjadi usahawan yang berjaya, sudah membuat proposal, sudah
memeras otak menggali ide-ide kreativ, sudah mengeluarkan biaya dan tenaga, ternyata
hasilnya jauh dari harapan, ditipu partner sendiri pula.
Alhasil kita merasa sedih, kecewa,
sakit hati, gagal, dan menyesal.
Lalu, nasehat apa biasanya yang kita
dapat ketika mengalami kondisi seperti itu?
Ya, MOVE ON!
Alias bangkit dari kesedihan,
kegagalan, penyesalan yang berkepanjangan plus rasa sakit dan kepedihan yang
menyertainya, lalu melanjutkan kembali perjalanan hidup, sebab the show must go on!
Memang betul, kita harus move on, dan harus segera, agar waktu
yang kita miliki tak terkuras di peristiwa itu saja. Tapi taukah ayah bunda, bahwa
sesungguhnya ada satu tahapan lagi yang harus kita penuhi terlebih dahulu sebelum
bangkit atau move on. Satu tahapan
yang justru sangat sangat penting namun seringkali terlupakan dan terlewatkan
sebab kita buru-buru ingin atau harus move
on.
Apa itu???
Tahap MENERIMA kejadian itu.
Ya, menerimanya dengan hati yang lapang,
lapaaaaaaang sekali, selapang samudera tak bertepi. Penerimaan tanpa kata
“tapi....”. Atau dalam bahasa agamanya disebut dengan IKHLAS.
Mungkin tidak mudah awalnya, sebab
biasanya kejadian-kejadian yang tak sesuai harapan ini membawa dampak kesedihan,
kekecewan, penyesalan, mungkin juga kepedihan di hati. Akan tetapi, semoga
beberapa hal ini bisa membantu kita menerimanya dengan lapang dada.
Pertama, kita harus yakin dulu, haqqul yakin, dengan sepenuh hati dan
segenap jiwa raga bahwa tidak ada satu kejadian pun yang terjadi kecuali sudah
dengan IZIN ALLAH. Bahkan sehelai daun yang jatuh dari pohonnya adalah karena
Allah mengizinkan. Tak ada yang namanya kebetulan apalagi kecolongan bagi
Allah. Jadi kejadian apapun yang menimpa kita semua (termasuk yang tak sesuai
dengan harapan kita itu) juga terjadi lantaran Allah mengizinkannya terjadi.
Oke?
Nah bila kita sudah meyakini bahwa
Allah mengizinkan kejadian itu terjadi pada diri kita, maka tahap yang kedua
ialah meyakini dengan sepenuh hati dan segenap jiwa raga pula bahwa Allah tidak
pernah, sekali lagi, ALLAH TIDAK PERNAH MENYAKITI
hamba-hambaNya. Allah tidak pernah berniat jahat terhadap hamba-hambaNya. Allah
itu yang paling sayang dan yang paling cinta pada kita. Tak ada satupun yang
mampu menyamai apalagi menandingi besarnya cinta dan kasih sayang Allah pada
kita. Jadi, semua yang terjadi (termasuk yang tidak sesuai harapan kita itu)
sesungguhnya adalah bentuk kasih sayang Allah pada kita.
Lho? Kalau Allah memang sayang, kok kita
diberi sakit, sedih, gagal, dan kawan-kawannya?
Nah, inilah step yang ketiga.
Di sinilah saatnya kita menggunakan anugerah Allah yang hanya diberikan Nya kepada
manusia, yakni akal. Bukankah dalam Al Quran berkali-kali Allah memerintahkan
kita untuk menggunakan akal pikiran? Jadi sekarang saatnya kita berpikir untuk
menemukan jawaban dari pertanyaan MENGAPA
Allah mengizinkan kejadian itu terjadi. Mari kita gunakan akal kita untuk flasback ke belakang, untuk bermuhasabah,
untuk evaluasi diri, adakah sesuatu yang pernah kita perbuat di masa lalu sehingga
Allah mengizinkan kejadian itu terjadi? Atau pelajaran apa yang sesungguhnya
ingin Allah berikan pada kita?
Dalam sebuah forum pengajian, seorang
ustadz pernah bercerita. Suatu kali ia sedang berkunjung ke pondok pesantren
yang sedang dibangunnya untuk mengecek sampai di mana proses pembangunannya.
Ketika naik ke lantai tiga, iseng-iseng sang ustadz menjatuhkan selembar uang
seratus ribu rupiah. Ternyata tanpa melihat ke atas, tukang yang sedang berada
di lantai bawah langsung memungut uang itu. Lalu ia jatuhkan lagi selembar uang
seratus ribu dan tukang itu pun langsung mengambilnya. Begitu ia jatuhkan
sebuah bata, tukang itu tadi terkejut dan langsung mendongak ke atas.
Ayah bunda sekalian, bisa jadi
seperti itulah kita. Ketika Allah berikan peristiwa yang membuat kita sedih,
sakit, kecewa, merasa gagal, dll barulah kita “mendongak ke atas”, barulah kita
kembali padaNya. Sehingga boleh jadi melalui peristiwa itu, Allah sesungguhnya
ingin berjumpa dengan kita di sujud-sujud yang panjang, di sunyinya sepertiga
malam, di kesungguhan taubat dan khusyuk nya doa-doa kita.
Nah, bila kita sudah menerima dengan
lapang dada, sudah yakin 100% bahwa kejadian itu atas izin Allah dan karena
besarnya sayang Allah pada kita, dan sudah kita temukan jawaban penyebabnya,
barulah kita MOVE ON. Saatnya kita berdiri, bergerak, dan melangkah lagi, dengan
sebuah harapan besar agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi, dalam hal rumah
tangga, dalam hal menjadi orang tua, dalam hal pekerjaan, dll.
Terakhir, mungkin muncul pertanyaan,
mengapa tahap MENERIMA ini sangat penting?
Sebab, setiap kejadian (termasuk
yang tidak sesuai harapan itu) beserta perasaan-perasaan yang ditimbulkannya erat
hubungannya dengan HATI. Sementara hati kita ini diciptakan tidak selalu stabil,
mudah terbolak-balik, kadang bisa semangat, tapi ada kalanya pula down, kadang bisa bangkit, tapi kalau
teringat kembali akan kejadian itu kita merasa sedih lagi.
Nah, agar kita benar-benar bisa
MOVE, benar-benar bisa ON lagi, dan agar kita bisa berdiri tegak lagi melanjutkan
perjalanan hidup ini, maka tidak ada jalan lain selain MENERIMAnya terlebih
dahulu dengan ikhlas yang totalitas. Sehingga kita bisa mulai melangkah lagi
dengan langkah pertama, kedua, ketiga dan seterusnya, dengan menjadikan yang
terjadi itu sebagai spion yang cukup sesekali dilihat dengan senyum keikhlasan karena
kita akan maju terus ke depan.
Jadi ayah bunda....
Selamat menerima,
Selamat MOVE ON!
yup betul menerima atas apa yang udah terjadi. toh udah terjadi mau diapakan. justru dari kegagalan muncul keberhasilan. dari kesedihan jadi muncul kegembiraan. kalau orang selalu gembira terus jangan2 besoknya dikasih sedih yang berkepanjangan daah
BalasHapusHehehe...betul sekali mbak dita
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMakasih sudah ngingetin ya, Mbk.
BalasHapusSama2 mbak :)
HapusMaa syaa Allah.. Soo swiiitttt :*
BalasHapusAlhamdulillaaah...
HapusTengkyuuuuuu :)