Lebaran tahun ini Alhamdulillah kami
bertiga berkesempatan untuk silaturahim dengan keluarga dan saudara-saudara di
Solo. Karena jarak yang tidak terlalu jauh dari Jogja, saya dan suami
memutuskan untuk pergi dan pulang naik Kereta Api Prameks saja. Murah meriah.
Murah karena harga tiketnya hanya Rp 8.000,- per orang. Meriah karena kita bisa
naik ke dalam kereta dan diantar sampai kota tujuan, tapi belum tentu dapat
tempat duduk hehehe...
Dalam perjalanan menuju Solo, atas
kebaikan hati seorang kakak yang masih remaja, Alhamdulillah iin (anak kami)
mendapat tempat duduk. Dia duduk sekursi bertiga dengan kakak baik hati itu dan
adiknya. Sementara saya dan suami berdiri hingga Stasiun Purwosari (satu
stasiun sebelum Solo Balapan, stasiun tujuan kami). Lumayan juga, hampir satu
jam kami berdiri, tapi harus tetap dinikmati, sebab kan jarang-jarang juga kami
berdiri di kereta.
Perjalanan pulang kembali ke Jogja
juga tidak kalah seru. Sebetulnya hotel tempat kami menginap di Solo
berseberangan dengan Stasiun Purwosari, tapi kami putuskan untuk naik Prameks dari
Stasiun Solo Balapan agar bisa kebagian tempat duduk. Ternyata orang lain pun sepertinya
berpikiran sama. Banyak sekali orang yang juga hendak kembali ke Jogja dengan Kereta
Prameks yang sama dengan kami dari Stasiun Solo Balapan. Alhasil sambil
memanggul ransel, membawa koper, menenteng kardus oleh-oleh, dan menggandeng
iin, saya dan suami harus berdesakan dengan penumpang lain di pintu Prameks
agar bisa dapat tempat duduk. Alhamdulillah saya dan iin bisa dapat satu tempat
duduk sehingga iin harus saya pangku. Sementara suami kembali harus berdiri
karena tak ada lagi tempat duduk yang kosong.
Nah di perjalanan pulang inilah ada
hal yang menarik perhatian saya sekaligus memprihatinkan. Di deretan bangku
sebelah kami, duduklah sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan tiga
anaknya. Anak yang sulung mungkin sudah SMP duduk satu kursi dengan saya.
Sementara dua anak yang lain yang mungkin masih SD duduk di deretan sebelah
berhadapan dengan orang tua mereka. Meskipun ayah, ibu, dan dua anak yang
kira-kira masih SD itu duduk berdekatan dan berhadapan-hadapan, nyatanya tak
banyak yang mereka bicarakan. Mereka justru lebih asyik dengan gadget
masing-masing. Sesekali mungkin mereka bosan, sehingga gadget dimasukkan, lalu
kedua anak yang masih SD itu mengajukan beberapa pertanyaan pada ibunya, seperti
kenapa di jendela ada tulisan kaca boleh dipecah, ini sudah sampai di mana,
dll. Tapi itu tak lama, sebab setelah itu mereka kembali mengeluarkan gadget
masing-masing.
Nah yang paling membuat saya tak
habis pikir adalah si ayah. Sebab sejak kereta belum jalan hingga kami turun di
Stasiun Maguwo Jogja, si ayah tetap bergeming dengan gadget-nya. Sepertinya
sedang asyik bermain game, karena gadget-nya dipasangi alat tambahan seperti
joystick game lengkap dengan earphone yang tak pernah lepas dari telinganya.
Sepanjang perjalanan itu nyaris si ayah tak bercakap-cakap dengan anggota
keluarga yang lain. Sesekali si ibu mengajaknya bicara bahkan bercanda, namun
sepertinya si ayah tidak dengar. Lalu tersiratlah kekecewaan di wajah si ibu
dan kembali ia mengeluarkan gadgetnya.
Sungguh sangat miris melihatnya.
Sebab sebetulnya perjalanan di kereta seperti itu bisa dimanfaatkan untuk
menjalin kedekatan dan menumbuhkan kehangatan dengan keluarga. Barangkali di
hari-hari biasa, kita sudah terlalu dilelahkan oleh aktivitas masing-masing,
disibukkan pula oleh rutinitas yang itu-itu saja. Dan yang paling sering
terjadi di era digital ini, perhatian serta pikiran bahkan perasaan kita kerap
kali diambil alih oleh gadget kita sendiri-sendiri. Jangan sampai gadget
kembali menjauhkan kita di momen mudik ini, momen di mana seharusnya kita menghangatkan
kembali yang selama ini terasa dingin dan kaku, serta mendekatkan kembali yang
selama ini jauh walaupun secara fisik dekat.
Sampai kami turun lebih dulu di Stasiun
Maguwo Jogja, si ayah masih tetap khusyuk dengan gadget dan gamenya. Semoga setelah
itu si ayah menghentikan game-nya, mematikan gadgetnya, memasukkannya ke dalam saku
atau tas, lalu bercengkrama dengan istri dan anak-anaknya. Agar suasana berubah
jadi hangat, agar perjalanan tak terasa hambar-hambar saja, dan agar terbentuk
kenangan indah di benak anak-anaknya. Sebab sejatinya mengasuh itu adalah menciptakan
kebiasaan dan membentuk kenangan.
-Self reminder-
![]() |
Tiket Prameks kami PP Jogja-Solo |
Ya begitulah. Kadang ketika kita bertamu di rumah orang pun kita malah sibuk main hp sendiri.
BalasHapusHehe...betul betul betul
HapusSemoga kita bisa lebih bijak ber-gadget 😊