Rabu, 12 Juni 2019

GADGET YANG MENGGANGGU KEHANGATAN MUDIK


Lebaran tahun ini Alhamdulillah kami bertiga berkesempatan untuk silaturahim dengan keluarga dan saudara-saudara di Solo. Karena jarak yang tidak terlalu jauh dari Jogja, saya dan suami memutuskan untuk pergi dan pulang naik Kereta Api Prameks saja. Murah meriah. Murah karena harga tiketnya hanya Rp 8.000,- per orang. Meriah karena kita bisa naik ke dalam kereta dan diantar sampai kota tujuan, tapi belum tentu dapat tempat duduk hehehe...

Dalam perjalanan menuju Solo, atas kebaikan hati seorang kakak yang masih remaja, Alhamdulillah iin (anak kami) mendapat tempat duduk. Dia duduk sekursi bertiga dengan kakak baik hati itu dan adiknya. Sementara saya dan suami berdiri hingga Stasiun Purwosari (satu stasiun sebelum Solo Balapan, stasiun tujuan kami). Lumayan juga, hampir satu jam kami berdiri, tapi harus tetap dinikmati, sebab kan jarang-jarang juga kami berdiri di kereta.

Perjalanan pulang kembali ke Jogja juga tidak kalah seru. Sebetulnya hotel tempat kami menginap di Solo berseberangan dengan Stasiun Purwosari, tapi kami putuskan untuk naik Prameks dari Stasiun Solo Balapan agar bisa kebagian tempat duduk. Ternyata orang lain pun sepertinya berpikiran sama. Banyak sekali orang yang juga hendak kembali ke Jogja dengan Kereta Prameks yang sama dengan kami dari Stasiun Solo Balapan. Alhasil sambil memanggul ransel, membawa koper, menenteng kardus oleh-oleh, dan menggandeng iin, saya dan suami harus berdesakan dengan penumpang lain di pintu Prameks agar bisa dapat tempat duduk. Alhamdulillah saya dan iin bisa dapat satu tempat duduk sehingga iin harus saya pangku. Sementara suami kembali harus berdiri karena tak ada lagi tempat duduk yang kosong.

Nah di perjalanan pulang inilah ada hal yang menarik perhatian saya sekaligus memprihatinkan. Di deretan bangku sebelah kami, duduklah sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan tiga anaknya. Anak yang sulung mungkin sudah SMP duduk satu kursi dengan saya. Sementara dua anak yang lain yang mungkin masih SD duduk di deretan sebelah berhadapan dengan orang tua mereka. Meskipun ayah, ibu, dan dua anak yang kira-kira masih SD itu duduk berdekatan dan berhadapan-hadapan, nyatanya tak banyak yang mereka bicarakan. Mereka justru lebih asyik dengan gadget masing-masing. Sesekali mungkin mereka bosan, sehingga gadget dimasukkan, lalu kedua anak yang masih SD itu mengajukan beberapa pertanyaan pada ibunya, seperti kenapa di jendela ada tulisan kaca boleh dipecah, ini sudah sampai di mana, dll. Tapi itu tak lama, sebab setelah itu mereka kembali mengeluarkan gadget masing-masing.

Nah yang paling membuat saya tak habis pikir adalah si ayah. Sebab sejak kereta belum jalan hingga kami turun di Stasiun Maguwo Jogja, si ayah tetap bergeming dengan gadget-nya. Sepertinya sedang asyik bermain game, karena gadget-nya dipasangi alat tambahan seperti joystick game lengkap dengan earphone yang tak pernah lepas dari telinganya. Sepanjang perjalanan itu nyaris si ayah tak bercakap-cakap dengan anggota keluarga yang lain. Sesekali si ibu mengajaknya bicara bahkan bercanda, namun sepertinya si ayah tidak dengar. Lalu tersiratlah kekecewaan di wajah si ibu dan kembali ia mengeluarkan gadgetnya.

Sungguh sangat miris melihatnya. Sebab sebetulnya perjalanan di kereta seperti itu bisa dimanfaatkan untuk menjalin kedekatan dan menumbuhkan kehangatan dengan keluarga. Barangkali di hari-hari biasa, kita sudah terlalu dilelahkan oleh aktivitas masing-masing, disibukkan pula oleh rutinitas yang itu-itu saja. Dan yang paling sering terjadi di era digital ini, perhatian serta pikiran bahkan perasaan kita kerap kali diambil alih oleh gadget kita sendiri-sendiri. Jangan sampai gadget kembali menjauhkan kita di momen mudik ini, momen di mana seharusnya kita menghangatkan kembali yang selama ini terasa dingin dan kaku, serta mendekatkan kembali yang selama ini jauh walaupun secara fisik dekat.

Sampai kami turun lebih dulu di Stasiun Maguwo Jogja, si ayah masih tetap khusyuk dengan gadget dan gamenya. Semoga setelah itu si ayah menghentikan game-nya, mematikan gadgetnya, memasukkannya ke dalam saku atau tas, lalu bercengkrama dengan istri dan anak-anaknya. Agar suasana berubah jadi hangat, agar perjalanan tak terasa hambar-hambar saja, dan agar terbentuk kenangan indah di benak anak-anaknya. Sebab sejatinya mengasuh itu adalah menciptakan kebiasaan dan membentuk kenangan.

-Self reminder-
Tiket Prameks kami PP Jogja-Solo


2 komentar:

  1. Ya begitulah. Kadang ketika kita bertamu di rumah orang pun kita malah sibuk main hp sendiri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe...betul betul betul
      Semoga kita bisa lebih bijak ber-gadget 😊

      Hapus