Selasa, 14 Februari 2017

ANAK PANAH YANG TERLEPAS



Beberapa waktu lalu saya memutuskan untuk mulai mengajari iin (buah hati saya yang sudah berusia 3,5 tahun) untuk mandi sendiri. Tujuan utamanya adalah supaya nggak ngerepotin emaknya lagi hihihihi....becanda...itu juga tujuan, tapi bukan yang utama. Yang utama adalah supaya dia bisa mulai belajar mengurus dirinya sendiri.

Tapi untuk yang kesekian kalinya lagi-lagi saya kehilangan kesabaran. Acara mandi yang normalnya bisa singkat malah jadi super duper lama karena dia keasyikan main air dan sabun. Air yang tadinya hangat pun jadi dingin. Akhirnya saya pasang tampang marah dan membentaknya untuk lebih cepat! Ekspresi wajahnya yang tadi bahagia main air langsung berubah jadi takut. Lalu kegiatan mandipun segera saya ambil alih.

Di mandi berikutnya, sebelum masuk kamar mandi iin cepat-cepat bilang “Tapi dimandiin sama bunda yaa...” Dia jadi takut disuruh mandi sendiri lagi, takut dimarahi seperti sebelumnya. Duh Gusti....ampuni hamba atas kekhilafan hamba... 

Saya menyesaaaaaaal sekali karena gagal menahan diri dan gagal menjaga lisan. Padahal ia masih kecil dan masih BELAJAR mandi sendiri. Tentu nggak bisa langsung pandai dan lancar seperti orang dewasa. Tapi apa mau dikata...nasi sudah jadi bubur, sudah terlanjur lisan saya menyakiti perasaannya...

Saya jadi teringat sebuah kisah yang pernah diceritakan oleh Pak Ustadz ketika saya mengaji di TPA dulu. Mungkin banyak di antara Anda yang sudah pernah mendengarnya juga, sebuah kisah yang cukup masyhur, kurang lebih begini ceritanya...(maaf kalo nggak persis-persis amat hehehe)...

Alkisah, pada suatu hari ada seorang ibu yang datang kepada Rosulullah. Ibu itu datang bersama anaknya yang masih bayi, hendak meminta kepada baginda nabi untuk mendoakan bayinya itu.

Rosul lalu menggendong bayi itu dengan penuh kasih sayang. Tiba-tiba bayi mungil itu pipis, dan pipisnya mengenai baju Rosulullah. Spontan si ibu langsung memarahi bayinya karena merasa sangat sangat malu lalu meminta maaf pada Rosul. Namun apa yang dikatakan baginda...

Ibu...air kencing di bajuku ini bisa dengan mudah dihilangkan dan bersih kembali. Tetapi kata-kata kasar yang kita lontarkan kepada anak kita akan membekas dalam hatinya

Sungguh sangat dalam kata-kata Rosul itu, terutama dalam konteks parenting. Bukan sekali itu saja saya kehilangan kesabaran dan memarahi iin. Setiap kali dalam keadaan emosi, rasanya tidak ada yang terpikir di benak saya kecuali kesal dan ingin marah. Apalagi kalau sedang capek atau lapar atau akan datang bulan, kata-kata kasar dengan intonasi membentak mengalir begitu saja... Tapi apa mau dikata, sudah terlanjur saya menyakiti perasaannya hingga membekas di hati dan ingatannya. Dan yang tidak kalah membuat saya sedih ialah...ia mulai meniru cara saya marah dan membentak. Astaghfirullah...ampuni hamba Ya Allah....

Seringkali saya berdoa pada Allah untuk diberi kesabaran, supaya tidak lagi mudah marah dan membentak iin. Namun tampaknya sabar tak jatuh dari langit begitu saja. Tapi Allah memberi saya peluang untuk menjadi sabar terutama dalam mengendalikan lisan, salah satunya melalui iin.

Karena nasi sudah menjadi bubur, sebelum buburnya terlanjur basi dan terbuang, harus cepat-cepat saya tambahkan kacang, suwiran ayam, dan daun bawang supaya menjadi bubur ayam. Saya pun bertanya pada anak semata wayang saya itu saat ia hendak tidur.

“Nak, apakah iin sedih kemarin bunda marahin waktu mandi?”
“Iya bun...iin takut kalau bunda (sedang) marah...” jawabnya polos.
“Bunda sungguh sungguh minta maaf ya nak karena sudah menyakiti iin. Bunda janji bunda nggak akan membentak iin lagi dan bunda janji akan lebih sabar” kata saya sambil memeluknya erat-erat.

Lalu saya putuskan untuk mem-pending dulu pelajaran mandi sendiri. Untuk beberapa waktu ke depan saya masih memandikannya dan saya buat acara mandinya semenyenangkan mungkin. Setelah itu baru saya latih lagi ia untuk belajar mandi sendiri.

Semoga Allah selalu menuntun saya dan kita semua untuk berhati-hati dalam bicara, termasuk ketika mendidik anak. Agar tak ada lagi luka yang membekas dalam hatinya. Sebab, kata-kata yang kita ucapkan itu seperti anak panah yang kita lepaskan dari busurnya, nggak mungkin kita tarik lagi seolah belum pernah terlepas sebelumnya. Jadi sebelum bicara, pikirkan dulu sebaik mungkin, begitu kata dosen komunikasi saya dulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar