Beberapa waktu lalu saya memutuskan untuk mulai mengajari iin (buah hati saya
yang sudah berusia 3,5 tahun) untuk mandi sendiri. Tujuan utamanya adalah
supaya nggak ngerepotin emaknya lagi hihihihi....becanda...itu juga tujuan,
tapi bukan yang utama. Yang utama adalah supaya dia bisa mulai belajar mengurus
dirinya sendiri.
Tapi untuk yang
kesekian kalinya lagi-lagi saya kehilangan kesabaran. Acara mandi yang
normalnya bisa singkat malah jadi super duper lama karena dia keasyikan main
air dan sabun. Air yang tadinya hangat pun jadi dingin. Akhirnya saya pasang tampang
marah dan membentaknya untuk lebih cepat! Ekspresi wajahnya yang tadi bahagia
main air langsung berubah jadi takut. Lalu kegiatan mandipun segera saya ambil
alih.
Di mandi
berikutnya, sebelum masuk kamar mandi iin cepat-cepat bilang “Tapi dimandiin
sama bunda yaa...” Dia jadi takut disuruh mandi sendiri lagi, takut dimarahi
seperti sebelumnya. Duh Gusti....ampuni hamba atas kekhilafan hamba...
Saya
menyesaaaaaaal sekali karena gagal menahan diri dan gagal menjaga lisan.
Padahal ia masih kecil dan masih BELAJAR mandi sendiri. Tentu nggak bisa
langsung pandai dan lancar seperti orang dewasa. Tapi apa mau dikata...nasi
sudah jadi bubur, sudah terlanjur lisan saya menyakiti perasaannya...
Saya jadi
teringat sebuah kisah yang pernah diceritakan oleh Pak Ustadz ketika saya
mengaji di TPA dulu. Mungkin banyak di antara Anda yang sudah pernah
mendengarnya juga, sebuah kisah yang cukup masyhur, kurang lebih begini ceritanya...(maaf
kalo nggak persis-persis amat hehehe)...
Alkisah,
pada suatu hari ada seorang ibu yang datang kepada Rosulullah. Ibu itu datang
bersama anaknya yang masih bayi, hendak meminta kepada baginda nabi untuk
mendoakan bayinya itu.
Rosul lalu
menggendong bayi itu dengan penuh kasih sayang. Tiba-tiba bayi mungil itu
pipis, dan pipisnya mengenai baju Rosulullah. Spontan si ibu langsung memarahi
bayinya karena merasa sangat sangat malu lalu meminta maaf pada Rosul. Namun
apa yang dikatakan baginda...
“Ibu...air kencing di bajuku ini bisa dengan
mudah dihilangkan dan bersih kembali. Tetapi kata-kata kasar yang kita
lontarkan kepada anak kita akan membekas dalam hatinya”
Sungguh
sangat dalam kata-kata Rosul itu, terutama dalam konteks parenting. Bukan
sekali itu saja saya kehilangan kesabaran dan memarahi iin. Setiap kali dalam
keadaan emosi, rasanya tidak ada yang terpikir di benak saya kecuali kesal dan ingin
marah. Apalagi kalau sedang capek atau lapar atau akan datang bulan, kata-kata
kasar dengan intonasi membentak mengalir begitu saja... Tapi apa mau dikata,
sudah terlanjur saya menyakiti perasaannya hingga membekas di hati dan ingatannya.
Dan yang tidak kalah membuat saya sedih ialah...ia mulai meniru cara saya marah
dan membentak. Astaghfirullah...ampuni hamba Ya Allah....
Seringkali
saya berdoa pada Allah untuk diberi kesabaran, supaya tidak lagi mudah marah
dan membentak iin. Namun tampaknya sabar tak jatuh dari langit begitu saja. Tapi
Allah memberi saya peluang untuk menjadi sabar terutama dalam mengendalikan
lisan, salah satunya melalui iin.
Karena nasi
sudah menjadi bubur, sebelum buburnya terlanjur basi dan terbuang, harus cepat-cepat
saya tambahkan kacang, suwiran ayam, dan daun bawang supaya menjadi bubur ayam.
Saya pun bertanya pada anak semata wayang saya itu saat ia hendak tidur.
“Nak, apakah
iin sedih kemarin bunda marahin waktu mandi?”
“Iya
bun...iin takut kalau bunda (sedang) marah...” jawabnya polos.
“Bunda
sungguh sungguh minta maaf ya nak karena sudah menyakiti iin. Bunda janji bunda
nggak akan membentak iin lagi dan bunda janji akan lebih sabar” kata saya
sambil memeluknya erat-erat.
Lalu saya
putuskan untuk mem-pending dulu
pelajaran mandi sendiri. Untuk beberapa waktu ke depan saya masih memandikannya
dan saya buat acara mandinya semenyenangkan mungkin. Setelah itu baru saya
latih lagi ia untuk belajar mandi sendiri.
Semoga Allah
selalu menuntun saya dan kita semua untuk berhati-hati dalam bicara, termasuk
ketika mendidik anak. Agar tak ada lagi luka yang membekas dalam hatinya.
Sebab, kata-kata yang kita ucapkan itu seperti anak panah yang kita lepaskan
dari busurnya, nggak mungkin kita tarik lagi seolah belum pernah terlepas
sebelumnya. Jadi sebelum bicara, pikirkan dulu sebaik mungkin, begitu kata
dosen komunikasi saya dulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar