Jumat, 17 Februari 2017

SEKOLAH TAK HARUS DI SEKOLAH



Sebenarnya saya bukan penggemar berat bollywood, tapi ada beberapa film india yang bagi saya di atas rata-rata, yakni film india yang tidak sekedar menampilkan tarian dan drama yang sangat khas india, namun yang di dalamnya terdapat  pelajaran mendalam bahkan kritik yang menggugah.

Salah satunya  adalah DRISHYAM. Film produksi tahun 2015 yang dibintangi aktor kenamaan Ajay Devgan ini bercerita tentang seorang pria bernama Vijay Salgaonka yang hidup sederhana namun bahagia bersama istri dan dua putrinya. Ia memiliki sebuah usaha servis alat elektronik bernama “Mirage Cable”. Namun sehari-hari Vijay lebih sering menghabiskan waktu di tempat usahanya itu dengan menonton film-film dari VCD, sementara anak buahnya lah yang mengerjakan pesanan-pesanan servis.

Suatu hari kebahagiaan keluarga kecil Vijay terusik. Putri sulungnya tak sengaja membunuh seorang teman laki-lakinya yang berniat jahat padanya. Maka Vijay pun sekuat tenaga memutar otak untuk menyembunyikan mayat laki-laki itu guna menyelamatkan putrinya agar tak dipenjara.

Malangnya, ternyata laki-laki yang tak sengaja dibunuh oleh putrinya itu adalah anak semata wayang dari seorang Inspektur Jendral polisi dan seorang pengusaha kaya. Maka Vijay yang hanya seorang DO (Drop Out) kelas 4 SD harus mati-matian berhadapan dengan kekuatan besar kepolisian untuk melindungi keluarganya.

Sebetulnya cerita dari film ini ingin mengkritisi kepolisian india yang masih korup dan semena-mena terutama pada orang yang tidak mampu. Namun bukan kritik tersebut yang menyita perhatian saya.

Yang paling membekas dalam benak saya ialah bagaimana tokoh Vijay yang bahkan tak tamat sekolah dasar sekalipun mampu menghadapi dan mengecoh polisi yang tentu sudah berpengalaman menghadapi kasus pembunuhan dan didukung peralatan yang lebih canggih.

Vijay mampu tahu bahwa pasti polisi akan melacak jejak si laki-laki itu melalui ponselnya, maka ia mengambil kartu ponsel si laki-laki itu lalu ia masukkan ke dalam ponsel lain dan ia buang di tempat antah berantah. Mobil yang dipakai oleh laki-laki itu pun ia tenggelamkan di sebuah danau yang sepi. Ia lalu mengajak keluarganya bepergian ke beberapa tempat dan bertemu dengan beberapa orang guna membuat alibi yang kuat. Ia juga meyakinkan keluarganya dan melatih mereka agar semua tampak normal-normal saja, meski dalam hati mereka sangat ketakutan. Polisi pun sampai harus menggunakan cara kekerasan untuk menekan vijay sekeluarga karena mereka tak bisa membuktikan bahwa keluarga vijay lah yang membunuh anak inspektur polisi tersebut, meski mereka mencurigainya. Bahkan polisi pun tak mampu menemukan mayatnya. Semua telah dirancang dengan amat sangat rapi oleh Vijay yang hanya DO-an kelas 4 SD.

Pertanyaan besarnya ialah....bagaimana Vijay yang bahkan tak tamat SD itu bisa sedemikian cerdas mengelabuhi polisi ?
Jawaban pertanyaan inilah yang sangat menarik perhatian saya, yakni dari MENONTON FILM!
Di bagian awal cerita, Vijay bahkan mampu memberi nasihat hukum kepada sepasang suami istri yang tengah kebingungan karena diperas oleh oknum polisi. Dan nasihat hukum itu pun lagi-lagi ia dapatkan dari film yang pernah ditontonnya di VCD.

Mengapa ini menjadi menarik? Karena bagi saya, ini membuktikan bahwa belajar tak harus melulu melalui sekolah...atau...SEKOLAH TAK HARUS DI SEKOLAH.

Mungkin Anda pernah melihat atau bahkan mengalami sendiri, ada orang yang tidak tamat sekolah bisa sukses, dan yang sekolah bahkan sampai perguruan tinggi ada yang menjadi pengangguran. Bagi saya, ini karena kunci penting pendidikan bukan terletak pada institusi sekolahnya, namun pada bagaimana kita mampu mengambil hikmah dan pelajaran dari apa saja yang kita temui dan dari apa saja yang kita alami, baik itu di dalam sekolah maupun di luar sekolah.

Percuma saja kita mengahafal bermacam-macam rumus di pelajaran sains, bila kita tidak tahu bagaimana cara menerapkannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Percuma kita menghafal tanggal agersi militer belanda, tanggal lahir pahlawan, atau tanggal perjanjian ini dan itu dalam pelajaran sejarah, bila kita tak memahami lebih jauh dan mengambil hikmah dari apa yang pernah terjadi pada bangsa ini di masa lalu. Percuma juga menghafal rukun iman bila kita tak tahu bagaimana mengaplikasikannya langsung dalam hidup kita sejak kita lahir sampai mati nanti.

Tentu maksud saya bukan bahwa sekolah dari TK, SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi itu tidak penting. Itu tetap penting. Apalagi sekarang ragam sekolah sudah macam-macam. Ada yang berkonsep alam, ada yang berbasis agama, ada yang bertaraf dan bertarif internasional, ada yang jam sekolahnya seperti jam kantor sejak pagi hingga sore, bahkan tidak sedikit orang tua yang sudah menyekolahkan anaknya sejak masih bayi.

Bersyukurlah Anda yang bisa menyekolahkan putra putri Anda di bangku sekolah yang seperti itu. Tapi bagi Anda yang baru mampu menyekolahkan putra putri Anda di sekolah negeri biasa atau bahkan belum mampu menyekolahkan mereka, tak perlu berkecil hati. Karena sejatinya, setiap tempat adalah sekolah. Setiap orang yang kita temui baik langsung maupun tak langsung adalah guru. Dan setiap hal yang kita lihat kita dengar kita rasa dan kita alami adalah pelajaran. Sebab sekolah tak harus selalu di sekolah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar