Sebenarnya saya bukan penggemar
berat bollywood, tapi ada beberapa film india yang bagi saya di atas rata-rata,
yakni film india yang tidak sekedar menampilkan tarian dan drama yang sangat
khas india, namun yang di dalamnya terdapat pelajaran mendalam bahkan kritik yang
menggugah.
Salah satunya adalah DRISHYAM. Film produksi tahun 2015 yang
dibintangi aktor kenamaan Ajay Devgan ini bercerita tentang seorang pria
bernama Vijay Salgaonka yang hidup sederhana namun bahagia bersama istri dan
dua putrinya. Ia memiliki sebuah usaha servis alat elektronik bernama “Mirage
Cable”. Namun sehari-hari Vijay lebih sering menghabiskan waktu di tempat
usahanya itu dengan menonton film-film dari VCD, sementara anak buahnya lah yang
mengerjakan pesanan-pesanan servis.
Suatu hari kebahagiaan keluarga
kecil Vijay terusik. Putri sulungnya tak sengaja membunuh seorang teman
laki-lakinya yang berniat jahat padanya. Maka Vijay pun sekuat tenaga memutar
otak untuk menyembunyikan mayat laki-laki itu guna menyelamatkan putrinya agar
tak dipenjara.
Malangnya, ternyata laki-laki yang
tak sengaja dibunuh oleh putrinya itu adalah anak semata wayang dari seorang Inspektur
Jendral polisi dan seorang pengusaha kaya. Maka Vijay yang hanya seorang DO
(Drop Out) kelas 4 SD harus mati-matian berhadapan dengan kekuatan besar kepolisian
untuk melindungi keluarganya.
Sebetulnya cerita dari film ini
ingin mengkritisi kepolisian india yang masih korup dan semena-mena terutama
pada orang yang tidak mampu. Namun bukan kritik tersebut yang menyita perhatian
saya.
Yang paling membekas dalam benak
saya ialah bagaimana tokoh Vijay yang bahkan tak tamat sekolah dasar sekalipun mampu
menghadapi dan mengecoh polisi yang tentu sudah berpengalaman menghadapi kasus
pembunuhan dan didukung peralatan yang lebih canggih.
Vijay mampu tahu bahwa pasti polisi
akan melacak jejak si laki-laki itu melalui ponselnya, maka ia mengambil kartu
ponsel si laki-laki itu lalu ia masukkan ke dalam ponsel lain dan ia buang di
tempat antah berantah. Mobil yang dipakai oleh laki-laki itu pun ia
tenggelamkan di sebuah danau yang sepi. Ia lalu mengajak keluarganya bepergian ke
beberapa tempat dan bertemu dengan beberapa orang guna membuat alibi yang kuat.
Ia juga meyakinkan keluarganya dan melatih mereka agar semua tampak
normal-normal saja, meski dalam hati mereka sangat ketakutan. Polisi pun sampai
harus menggunakan cara kekerasan untuk menekan vijay sekeluarga karena mereka
tak bisa membuktikan bahwa keluarga vijay lah yang membunuh anak inspektur
polisi tersebut, meski mereka mencurigainya. Bahkan polisi pun tak mampu
menemukan mayatnya. Semua telah dirancang dengan amat sangat rapi oleh Vijay
yang hanya DO-an kelas 4 SD.
Pertanyaan besarnya
ialah....bagaimana Vijay yang bahkan tak tamat SD itu bisa sedemikian cerdas
mengelabuhi polisi ?
Jawaban pertanyaan inilah yang sangat menarik perhatian
saya, yakni dari MENONTON FILM!
Di bagian awal cerita, Vijay bahkan mampu
memberi nasihat hukum kepada sepasang suami istri yang tengah kebingungan
karena diperas oleh oknum polisi. Dan nasihat hukum itu pun lagi-lagi ia dapatkan
dari film yang pernah ditontonnya di VCD.
Mengapa ini menjadi menarik? Karena
bagi saya, ini membuktikan bahwa belajar tak harus melulu melalui sekolah...atau...SEKOLAH
TAK HARUS DI SEKOLAH.
Mungkin Anda pernah melihat atau
bahkan mengalami sendiri, ada orang yang tidak tamat sekolah bisa sukses, dan
yang sekolah bahkan sampai perguruan tinggi ada yang menjadi pengangguran. Bagi
saya, ini karena kunci penting pendidikan bukan terletak pada institusi
sekolahnya, namun pada bagaimana kita mampu mengambil hikmah dan pelajaran dari apa saja
yang kita temui dan dari apa saja yang kita alami, baik itu di dalam sekolah maupun di luar sekolah.
Percuma saja kita mengahafal
bermacam-macam rumus di pelajaran sains, bila kita tidak tahu bagaimana cara
menerapkannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Percuma kita menghafal tanggal
agersi militer belanda, tanggal lahir pahlawan, atau tanggal perjanjian ini dan
itu dalam pelajaran sejarah, bila kita tak memahami lebih jauh dan mengambil
hikmah dari apa yang pernah terjadi pada bangsa ini di masa lalu. Percuma juga menghafal
rukun iman bila kita tak tahu bagaimana mengaplikasikannya langsung dalam hidup
kita sejak kita lahir sampai mati nanti.
Tentu maksud saya bukan bahwa sekolah
dari TK, SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi itu tidak penting. Itu tetap
penting. Apalagi sekarang ragam sekolah sudah macam-macam. Ada yang berkonsep
alam, ada yang berbasis agama, ada yang bertaraf dan bertarif internasional, ada
yang jam sekolahnya seperti jam kantor sejak pagi hingga sore, bahkan tidak
sedikit orang tua yang sudah menyekolahkan anaknya sejak masih bayi.
Bersyukurlah Anda yang bisa
menyekolahkan putra putri Anda di bangku sekolah yang seperti itu. Tapi bagi
Anda yang baru mampu menyekolahkan putra putri Anda di sekolah negeri biasa atau
bahkan belum mampu menyekolahkan mereka, tak perlu berkecil hati. Karena
sejatinya, setiap tempat adalah sekolah. Setiap orang yang kita temui baik
langsung maupun tak langsung adalah guru. Dan setiap hal yang kita lihat kita
dengar kita rasa dan kita alami adalah pelajaran. Sebab sekolah tak harus
selalu di sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar