Minggu, 15 Oktober 2017

SEBAB ANAK PUN PERLU JATUH, SAKIT, DAN MENANGIS

Suatu kali saat sedang bermain di halaman kantor kecamatan, iin terjatuh dari ayunan. Spontan saya berteriak pada ayahnya yang berada tidak jauh dari iin.. “Yah, tolongin iin!” Tapi bukannya segera menghampiri dan menolong iin, ayahnya hanya berkata “Sakit nggak, in? Bangun yuk..”

Saya melongo...”Lah, kok cuma tanya??!!!!”

Lalu saya segera berlari menghampiri iin dan membantunya berdiri, sambil mengusap-ngusap bagian yang sekiranya sakit. Alhamdulillah iin baik-baik saja.

Ketika sudah di rumah barulah saya bertanya dengan nada protes.

“Kok ayah tadi diem aja sih waktu iin jatuh?! Nggak segera nolongin!”
“Lho, siapa yang diem aja???”
“Ayah!”
“Aku nggak diem aja... Kalau iin jatuh itu, lihat dulu, kira-kira sakitnya parah nggak, apa perlu ditolong atau dia bisa bangun sendiri. Jangan buru-buru ditolong...” katanya dengan santai.

Jujur saja, saat itu saya tak bisa menerima perkataan itu. Sebab kalau iin jatuh, spontan secara naluri saya langsung bergerak menolongnya. Dan bagi saya itu adalah naluri dasar yang mestinya dimiliki oleh orang tua, khususnya ibu, dan tentu juga ayah.

Beberapa waktu setelah itu, ketika sedang diuji oleh Allah dan merasa “jatuh” serta sakit, barulah saya sadar, bahwa dalam hidup ini setiap orang pasti pernah jatuh.

Bukan jatuh cinta yang berbunga-bunga seperti ABG yang sedang kasmaran, melainkan jatuh karena sedang diuji kesabaran dan keimanannya. Jatuh yang membuat hati sakit, sedih, dan patah semangat. Bentuknya bisa bermacam-macam.

Dan ketika sedang jatuh seperti itu, maka biasanya nasihat terbaik yang kita dapat ialah bangkit dan lanjutkan kembali hidup ini, atau yang istilah sekarangnya adalah “Move On”.

Barulah saya bisa menerima perkataan ayahnya iin.

Ternyata anak memang perlu jatuh, agar ia belajar bagaimana caranya bangun, bagaimana caranya berdiri dan bagaimana caranya untuk bangkit kembali. Mungkin bentuk jatuhnya masih bentuk jatuh yang harfiah, yakni benar-benar jatuh di lantai atau di tanah atau di jalan. Tapi ini bisa jadi modal baginya untuk menghadapi bentuk jatuh lainnya di kemudian hari.

Jadi, bila suatu saat anak kita jatuh, dekati ia dan berikan kata-kata penenang seperti “Nggak apa-apa, sayang...” lalu beri kesempatan untuk berusaha bangun sendiri “Yuk bangun...” atau “Yuk berdiri lagi...”. Bila ia tak mampu bangun sendiri, barulah ulurkan tangan untuk membantunya. Namun bila jatuhnya benar-benar sakit dan membutuhkan pertolongan secepatnya, maka segeralah berikan pertolongan.

Menariknya, tak jarang para orang tua melarang anaknya untuk melakukan ini dan itu sebab nanti bisa jatuh. Misalnya “Jangan lari! Nanti jatuh”, “Jangan lompat-lompat! Nanti kamu jatuh!”, “Nggak usah naik tangga! Nanti jatuh, sakit lho!” dll. Padahal dengan lari, lompat, naik tangga, dan aktivitas-aktivitas lainnya sebenarnya anak sedang bereksplorasi dan belajar mengenal sekitarnya. 

Lha kalau nanti jatuh bagaimana? Ya anak pun akan belajar cara untuk bangkit, berdiri, berlari lebih kencang, dan melompat lebih tinggi. Yang sesungguhnya itu semua akan mereka butuhkan dalam menjalani kehidupannya kelak.

Tapi kalau jatuh kan sakit? Betul, anak pun perlu merasakan sakit. Mengapa? Supaya ia belajar bagaimana cara untuk sembuh, dan agar ia bisa berempati pada orang lain yang sakit.

Setelah jatuh, merasakan sakit, biasanya anak akan menangis. Bagi saya, menangis adalah hal yang wajar dan sah-sah saja dilakukan, apalagi oleh anak-anak. Karena Allah memang menganugerahi kita air mata dengan sejuta manfaatnya, termasuk untuk menangis.  Menangis sendiri mampu membuat perasaan jadi lega dan bisa melembutkan hati. Dan bagi saya, SIAPAPUN BOLEH MENANGIS, baik anak perempuan maupun anak laki-laki. Jadi jangan pernah melarang anak laki-laki untuk menangis, dengan mengatakan “Anak laki-laki itu harus kuat! Nggak boleh nangis!” Padahal Rosulullah yang merupakan laki-laki super kuat bin tangguh lahir batin saja menangis.

Asal...

Nah ada syaratnya...

Anak-anak boleh menangis karena alasan yang tepat. Seperti karena jatuh dan merasa sakit, atau karena sedang sedih, atau karena takut pada sesuatu, atau karena terharu. Persilahkan mereka menangis agar mereka belajar mengenali, mengekspresikan dan mengelola emosinya. Setelah itu tenangkan ia.

Bukan menangis karena hal-hal yang sejatinya tak perlu untuk menangis. Misalnya menangis karena minta sesuatu. Ajarkan anak untuk bisa dan biasa menyampaikan keinginan dengan berbicara baik-baik, bukan dengan menangis.

Jadi sesungguhnya, dari jatuh, sakit, dan menangis anak mendapat kesempatan untuk belajar banyak hal, yang akan menjadi bekal berharga baginya di kemudian hari.

Ini juga sebagai pengingat bagi saya pribadi.


Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar