Minggu, 17 September 2017

PENTINGNYA MENGENALKAN ANAK PADA TETANGGANYA

Di jogja ini kami tinggal di sebuah perumahan, di mana sebagian besar rumahnya berpagar cukup tinggi. Tetangga kami pun bermacam-macam. Ada yang mau diajak ngobrol, ada yang ketika berpapasan sekedar memberi senyum dan anggukan kepala, tapi ada pula yang ketika bertemu pura-pura tak melihat. Yah...memang tiap orang beda-beda...

Tapi ada satu hal yang menarik perhatian dan mengusik pemikiran saya. Ceritanya, tetangga sebelah rumah kami adalah sebuah keluarga kecil dengan kondisi ekonomi sangat mampu, terdiri dari seorang bapak yang sudah pensiun, seorang ibu yang masih aktiv bekerja sebagai PNS, serta seorang anak laki-laki yang baru saja diterima kerja di sebuah BUMN di Bandung. Mereka bertiga cukup ramah pada kami. Qodarullah, ternyata si bapak didiagnosa terkena kanker, sementara si ibu dipindahtugas ke Semarang. Jadilah si ibu pindah sementara ke Semarang dan si bapak ikut dirawat di sebuah rumah sakit di sana. Agar tidak kosong, rumah mereka pun ditinggali oleh beberapa orang keponakan.

Uniknya, ketika bertemu, para keponakan yang usianya masih muda-muda ini tak pernah bertegur sapa dengan kami. Seringkali ketika berpapasan di jalan, kami sudah siap-siap untuk tersenyum dan mengangguk, namun mereka lewat saja, seolah kami tak ada di situ. Ya sudahlah...tak apa.

Hingga suatu pagi, tiba-tiba para keponakan itu mengetuk pintu rumah kami. “Tumben sekali...ada apa?” Pikir saya... Ternyata mereka mengabarkan bahwa om mereka (si bapak yang terdiagnosa kanker tersebut) meninggal dunia dan jenazahnya akan di bawa ke rumah Jogja siang itu juga. Dengan wajah yang masih syok, mereka meminta tolong kepada kami untuk menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk proses pemandian, pengkafanan, dan pemakaman jenazah, sebab mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan. “Pokonya kami manut saja harus bagaimana...” begitu kata salah seorang dari mereka. Singkat cerita, akhirnya kami dan beberapa tetangga yang lain ikut menolong mengurus jenazah hingga dimakamkan beserta tahlilannya. Barulah sejak kejadian itu, para keponakan itu mau menyapa kami bila bertemu.

Sejak itulah saya makin yakin betapa pentingnya punya tetangga. Sebab meski kita berduit banyak dan kaya raya sekalipun, nyatanya kita ini makhluk sosial, tak bisa hidup sendiri.

Memang, pada kenyataannya ada perbedaan interaksi antara tinggal di lingkungan kampung, tinggal di perumahan, maupun tinggal di apartemen. Di kampung dekat rumah kami, bila ada yang meninggal dunia, maka saat itu juga dan tanpa diminta, para tetangga langsung membantu dan bagi-bagi tugas hingga proses pemakaman dan tahlilan selesai. Sementara di perumahan apalagi di apartemen belum tentu yang tinggal bersebelahan saling kenal. Apalagi seiring berjalannya zaman, hidup terasa makin individualis.

Tapi sekali lagi, kita ini makhluk sosial, perlu bersosialisasi, perlu berinteraksi, perlu silaturahim, perlu saling menolong dalam kebaikan, atau bahasa agamanya adalah Habluminannas. Kepada siapa? Ya selain kepada keluarga dan kerabat, tentu juga pada orang-orang di sekitar kita, termasuk tetangga.

Dan, ada baiknya bila anak-anak (baik yang sudah besar, maupun yang masih kecil) juga dilibatkan untuk membangun hubungan dengan tetangga-tetangganya. Di perumahan tempat kami tinggal, bila ada pertemuan warga, biasanya yang hadir adalah bapak dan ibunya. Giliran bapak atau ibunya keluar kota, mereka enggan mengutus anaknya yang sudah cukup dewasa untuk mewakili. Jadilah para bapak dan ibu saling kenal, namun anak-anaknya saling cuek. Lha bagaimana bila kelak bapak dan ibunya sudah tak ada? Akan sayang sekali bila silaturahimnya terputus.

Lalu bagaimana cara membangun silaturahimnya? Mulai saja dari yang paling sederhana, seperti tersenyum dan menganggukkan kepala bila bertemu, lebih baik lagi bila sempat menyapa “Mari pak...mari bu...atau monggo pak...monggo bu...”, atau ketika memasak lebihkan porsinya lalu ketuk pintunya dan bagikan, jenguk bila ada yang sakit, ikut di pertemuan atau arisan atau pengajian warga, dll. Bila memungkinkan ajak juga anak untuk terlibat. Atau bisa juga mengajak anak kita yang masih kecil untuk main dengan anak tetangga.

Mungkin ini bukan hal yang mudah bagi yang tinggal di lingkungan perumahan maupun apartemen. Tapi, kita mulai saja dari diri kita sendiri, mulai dari hal sederhana yang bisa kita lakukan, dan mulai saat ini, mumpung masih ada waktu di dunia.

Sebagaimana pesan nabi...
"Tidak henti-hentinya Jibril berwasiat kepadaku agar berbuat baik kepada tetangga, sampai-sampai aku mengira seseorang akan menjadi ahli waris tetangganya." (HR Bukhari no. 6014)


Semoga bermanfaat...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar